PENDAHULUAN
Selain sebagai mukjizat terbesar Rasulullah SAW, Al-Qur’an
adalah lautan ilmu yang tidak akan habis-habisnya untuk dikaji dari berbagai
sisi. Di antara para ulama
bahkan orientalis pun tidak ketinggalan untuk mengetahui rahasia di balik
teks-teks Al-Qur’an tersebut. Ada yang mencoba mengelaborasi dan melakukan eksplorasi
lewat perspektif keimanan, histories, bahasa dan sastra, pengkodifikasian,
kemu’jizatan, penafsiran serta telaah kepada huruf-hurufnya, adapula yang
mengkaji dari segi sosio-kultural dan hermeuneutika.
Salah satu pengkajian dan sekaligus
pembuktian kemukjizatan Al Qur’an adalah kajian terhadap kata-kata pembuka Al
Qur’an. Sebagaimana telah diketahui bahwa Al Qur’an terdiri dari 114 surat,
ternyata setiap surat diawali dengan beberapa macam pembukaan yang dalam hal
ini dinamakan Fawatih al-Suwar.
FAWATIH AL-SUWAR
(PEMBUKA-PEMBUKA SURAT)
A. Pengertian Fawatih
Al-Suwar
Secara bahasa فواتح السوار merupakan terdiri dari dua kata, yaitu
kata فواتح dan السوار , kata
فواتح adalah bentuk jamak dari
kata فاتح yang berarti permulaan, pembukaan,
pendahuluan, sedangkan kata السور jamak dari سورة yang mengandung arti المنزلة حمع سور (turun, kumpulan surat).
Maksudnya adalah kumpulan dari sejumlah ayat yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW dan sudah ditentukan jumlahnya.[1]
Sedangkan secara istilah fawatih al-suwar
adalah suatu ilmu yang mengkaji tentang bentuk-bentuk huruf, kata atau kalimat
permulaan surah-surah Al-Qur’an.[2]
B. Kegunaan Fawatih
Al-Suwar
Adapun kegunaan dari
pada fawatih as-Suwar adalah :
- Sebagai peringatan kepada Nabi Muhammad SAW, Allah mengetahui bagian-bagian waktu dimana Nabi sebagai seorang manusia kadang-kadang sibuk, maka dari itu Jibril menyampaikan Firman Allah seperti Alif Lam Mim, Ha Mim dan lainnya, dengan suara Jibril supaya Nabi menerima dan memperhatikannya.[3] Akan tetapi, pendapat di atas dibantah oleh Rasyid Ridha. Menurutnya, Nabi selalu siap menanti kedatangan wahyu. Peringatan itu menurutnya ditujukan kepada orang-orang musyrik Mekkah dan Ahli Kitab Madinah agar mereka tertarik mendengar Al-Qur’an dan hati mereka menjadi lunak kepada Nabi.[4]
- Menarik perhatian bagi orang-orang musyrik, di saat orang-orang musyrik menganjurkan supaya tidak mendengarkan Al-Qur’an di waktu Nabi membacanya, Allah berkehendak untuk menarik perhatian mereka dan mendatangkan kepada mereka sesuatu yang tidak mereka ketahui yang menjadi sebab agar mereka diam dan mendengarkan apa yang dibacakan Nabi. Maka apabila mereka mendengar huruf muqotho’ah ini mereka merasa heran dan menyuruh teman-temannya untuk mendengarkan bacaan Nabi.[5]
- Memperindah dan menyempurnakan bentuk-bentuk penyampaian, sebagai sarana pujian dan dipandang untuk merangkum semua materi yang akan disampaikan lewat kata-kata awal, dalam hal ini surat al-Fatihah dapat digunakan sebagai ilustrasi dan suatu pembuka yang merangkum keseluruhan pesan ayat dan surat yang terdapat dalam Al-Qur’an.
C. Macam-macam Fawatih
Al-Suwar
Dalam Al-Qur’an
terdapat sepuluh macam bentuk Fawatih al-Suwar, macam-macam bentuk itu ialah
sebagai berikut:[6]
1. Pembukaan surat dengan
lafaz pujian الثناء
Dalam Al-Qur’an
terdapat empat belas surat yang diawali dengan lafaz yang mengandung pujian
kepada Allah SWT, dan lafaz sanjungan ini ada dua bentuk, yaitu :
a. إثبات yaitu sanjungan kepada
Allah SWT dengan mempergunakan kata-kata yang menetapkan sifat-sifat terpuji
bagi Allah SWT. Seperti pemakaian katanya adalah الحمد , ada lima surat dalam Al-Qur’an
yang dimulai dengan kata الحمد yaitu Qs. Al-Fatihah,
Al-An’am, Al-Kahfi, As-Saba’, Al-Fatir.
Kemudian juga yang termasuk dalam kategori
إثبات adalah yang dimulai dengan kata تبارك yang terdapat dalam dua
surat yaitu Al-Furqan dan Al-Mulk.
b. تنزية yaitu penggunaan kata
sebagai awal surat yang menunjukkan bersihnya Allah SWT dari sifat-sifat
tercela, contohnya dalam surat yang menggunakan kata-kata Tasbih. Ada tujuh
surat di dalam Al-Qur’an yang
dimulai dengan Tasbih, yaitu Al-Isra’, Al-Hadid, Al-Hasyar, As-Shaf, Al-Jumu’ah,
At-Taghobun, Al-A’la.
2. Pembukaan surat dengan
lafaz النداء (panggilan)
Ada sepuluh surat di
dalam Al-Qur’an yang dimulai dengan lafaz seruan dengan berbagai bentuk:
a. Sebagian seruan
ditunjukkan untuk orang yang beriman dengan menggunakan يأيها الذين امنوا , bentuk seruan seperti ini
terdapat dalam tiga surat yaitu Al-Maidah, Al-Mumtahanah dan Al-Hujarat.
b. Ada juga Nida yang
ditujukan secara khusus untuk Nabi Muhammad dengan kalimat يأيها النبي , model pembukaan surat yang semacam ini
terdapat dalam tiga surat, yaitu Al-Ahzab, At-Tholaq dan At-Tahrim, juga
kalimat spesifik yang ditujukan kepada Nabi yaitu dengan menggunakan يأيها المدثر pada surat Al-Muddatssir dan يأيها المزمل pada surat Al-Muzammil.
c. Seruan yang ditujukan
kepada manusia secara umum dengan kata
يأيها الناس yang terdapat dalam dua surat, yaitu An-Nisa’
dan Al-Hajj.
3. Pembukaan surat dengan
jumlah Khabariyyah (kalimat berita)
Ada dua puluh tiga
surat yang dimulai dengan jumlah Khabariyyah, yaitu surat Al-Anfal, At-Taubah,
An-Nahl, Al-Anbiya, Al-Mukminun, An-Nur, Az-Zumar, Muhammad, Al-Fath, Al-Qomar,
Ar-Rahman, Al-Mujadalah, Al-Haqqah, Al-Ma’arij, Nuh, Al-Qiyamah, ‘Abasa, Al-Balad,
Al-Qadar, Al-Bayyinah, Al-Qari’ah, Al-Takatsur dan Al-Kautsar.
4. Pembukaan surat dengan
huruf Qasam (sumpah)
Ada lima belas surat
yang dimulai dengan huruf qasam, yakni surat As-Shaffat, Adz-Dzariat, At-Thur,
Al-Najm, Al-Mursalat, An-Naziat,
Al-Buruj, At-Thoriq, Al-Fajr, As-Syamsi, Al-Lail, Ad-Dhuha, At-Tin, Al-Adiyat dan Al-Ashri.
5. Pembukaan dengan huruf
syarat
Ada tujuh surat yang
dimulai dengan huruf syarat: surat Al-Waqi’ah, Al-Munafiqun, At-Takwil, Al-Infithor,
Al-Insyiqoq, Az Zalzalah dan
Al-Nashr.
6. Pembukaan surat dengan Amar
(perintah)
Ada enam surat yang
dimulai dengan amar, yaitu surat Jin, Al-Alaq, Al-Kafirun, Al-Ikhlas, Al-Falaq dan
An-Nas.
7. Pembukaan surat dengan
bentuk Istifham (pertanyaan)
Ada enam surat yang
dimulai dengan Istifham, yaitu surat Al-Insan, An-Naba, Al-Ghosyiyah, Al-Insyroh,
Al-Fiil dan Al-Ma’un.
8. Pembukaan surat dengan
lafaz do’a. Ada tiga surat yang dimulai dengan bentuk seperti ini, yaitu surat
Al-Muthoffifin, Al-Humazah dan Al-Lahab.
9. Pembukaan surat dengan Ta’lil
(ilat)
Pembukaan surat Al-Qur’an
yang dimulai dengan ta’lil hanya ada satu surat yaitu surat Al-Quraisy.
10. Pembukaan surat yang
dimulai dengan huruf Muqatha’ah (huruf potong)
Ada dua puluh sembilan
surat yang dimulai dengan huruf Muqatha’ah. Bentuk-bentuk huruf Muqatha’ah itu
adalah :
a. Ada yang terdiri dari
satu huruf, ini terdapat dalam tiga surat yaitu surat Shad, Qaf dan Al-Qalam.
b. Ada yang terdiri dari
dua huruf, ini terdapat dalam sepuluh surat, yaitu surat Al-Mukmin, Fussilat,
As-Syuro, Az-Zuhruf, Ad-Dhukhon,
Al-Jatsiyah, Al-Ahqab, Thaha, Yasin dan An-Naml.
c. Ada yang teridiri dari
tiga huruf, ini terdapat dalam tiga belas surat, enam surat dimulai dengan alif
lam mim, yaitu surat Al-Baqarah, Ali Imran, Al-Ankabut, Ar-Rum, Luqman,
As-Sajadah. Lima surat dimulai dengan Tho sin Mim dalam surat As-Syu’aro dan Al-Qashash.
d. Ada yang terdiri dari
empat huruf, yaitu surat Al-A;raf yang dimulai dengan huruf Alif Lam Mim Shod
dan surat Ar-Ra’du yang dimulai dengan Alif Lam Mim Ro.
e. Ada yang terdiri dari
lima huruf, ini terdapat satu surat yaitu surat Maryam yang dimulai dengan Kaf
Ha Ya’Ain Shad.
D. Perbedaan Pendapat
Ulama Tentang Fawatih Al-Suwar
Para ulama berbeda
pendapat mengenai kemampuan manusia mengetahui makna huruf muqaththa’ah (huruf
potong) yang terdapat di awal beberapa surat. Adapun diantara pendapat mereka
adalah :
a. Menurut Ibn Abbas,
berdasarkan riwayat Ibn Abi Hatim, huruf-huruf itu menunjukkan nama Tuhan. Alif
Lam Mim, yang terdapat dalam pembukaan surat Al-Baqarah, ditafsirkan dengan
Ana Allah A’lam (Akulah Tuhan Yang Maha Tahu). Alif Lam Ra’ ditafsirkan dengan
Ana Allah Ara (Akulah Tuhan Yang Maha Melihat).[7]
b. Menurut Sayyid
Al-Quthub, huruf-huruf itu mengingatkan bahwa Al-Qur’an disusun dari
huruf-huruf yang lazim dikenal oleh bangsa Arab, yaitu tujuan Al-Qur’an pertama
kali diturunkan. Dalam pandangannya pula, misteri dan kekuatan huruf-huruf itu
terletak pada kenyataan bahwa meskipun huruf-huruf itu begitu lazim dan sangat
dikenal, manusia tidak akan dapat menciptakan gaya dan diksi yang sama
dengannya untuk membuat kitab seperti Al-Qur’an.[8]
c. Huruf-huruf tersebut
adalah termasuk kepada ayat mutasyabihat, dan yang mengetahui tentang maksud
hanyalah Allah SWT. Maka itu itulah sebabnya kebanyakan buku tafsir membuat
komentar setelah ayat tersebut dengan ungkapan “Allah a’lam bimuradih (hanya
Allah yang lebih mengetahui maksudnya). Diantara ulama yang berpendapat
demikian adalah Sufyan Ats-Tsauri dan
Asy-Sya’bi.[9]
d. Huruf-huruf ini disebutkan di awal surat untuk
menjadi penjelas kemu’jizatan Al-Qur’an, serta bahwa makhluk lemah dari melawan
(mendatangkan tandingan) yang semisal ini, sekalipun dia hanya tersusun dari
huruf-huruf ejaan yang saling berkaitan sehingga menyusun sebuah kalimat.
Pendapat ini disebutkan oleh sekelompok peneliti, diantaranya Ar-Razi,
Al-Qurthubi dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Al-Hafizh Al-Mizzi juga
berpendapat demikian.[10]
e. Rasyid Ridha
berpendapat bahwa huruf-huruf tersebut ialah tanbih yang dihadapkan kepada
orang-orang musyrik di Mekkah.[11]
f.
Al-Kuwaibi berkata: huruf-huruf tersebut merupakan tanbih bagi Nabi,
mungkin suatu waktu Nabi sibuk dan sebagainya.[12]
Dari beberapa pendapat
di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa fawatih al suwar dengan huruf-huruf
muqatho’ah merupakan kemukjizatan Al-Qur’an karena ia tidak bisa ditandingi
oleh siapapun, bahkan orang Arab sendiri meskipun ia hanya tersusun dari
huruf-huruf muqatho’ah, ia berguna sebagai peringatan, memperindah bahasa,
menarik perhatian orang musyrik agar mereka memusatkan perhatiannya kepada Al-Qur’an
yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW.
Huruf-huruf muqatho’ah
ini juga merupakan ayat-ayat mutasyabihat artinya Allah saja yang mengetahui
secara pasti maksud dari pada ayat tersebut, namun boleh saja menafsirkannya
selama tidak bertentangan dengan aturan yang telah ditentukan.
Huruf-huruf muqatha’ah
juga memiliki perbedaan yang lain dari segi penempatannya yang berulang-ulang
pada surat yang berlainan, dan ada yang hanya dipakai dalam satu surat,
misalnya Nun sedangkan huruf muqatho’ah yang dipakai secara
berulang-ulang dalam permulaan surat contohnya, Alif Lam Mim, Alif
Lam Ra, Ha Mim, kemudian akan ditemukan bahwa surat-surat yang
dimulai dengan huruf yang sama, isi dan karakteristisnya hampir sama pula dan
hal itu tidak dijumpai pada surat-surat yang lain.[13]
E. Peranan Fawatih
Al-Suwar
Dalam Memahami
Pesan-pesan Al-Qur’anbanyak para mufassir
yang hanya memperkirakan makna dari pada huruf-huruf pada awal surat. Hal ini
disebabkan keterbatasan pemahaman dan latar belakang pengetahuan mereka
sehingga untuk makna yang hakiki dari ayat tersebut dikembalikan kepada Allah
SWT.
Dalam sebuah riwayat,
Abu Bakar pernah berkata:
في كل كتاب سروسوه في القر أن أو اءل السور
Artinya : Pada
tiap-tiap kitab itu ada rahasia, dan rahasia dalam Al-Qur’an adalah
permulaan-permulaan suratnya.
Adapun peranan Fawatih
al-Suwar dalam memahami pesan-pesan Al-Qur’an
adalah untuk menarik perhatian manusia agar mendengarkan dan memahami isi Al-Qur’an.
Karena biasanya manusia selalu tertarik terhadap sesuatu yang asing atau unik,
yang belum pernah didengar. Huruf-huruf itu jelas merupakan sesuatu yang asing
bagi masyarakat Arab, mereka tidak pernah menggunakannya dalam berkomunikasi
antar sesama mereka. Maka itulah sebabnya, setelah huruf potong itu selalu
diiringi oleh ayat-ayat yang bercerita tentang Al-Qur’an.[14]
Sebagaimana dikatakan
oleh Rasyid Ridha bahwa letak keindahan pembicara adalah ketika ia menyadarkan
perhatian pendengarnya, sebelum melontarkan uraiannya, agar mereka dapat
menangkap dan menguasai pembicaraannya.[15]
Pendapat lain adalah
bahwa huruf-huruf itu berfungsi sebagai tanbih (peringatan). Dalam
tradisi Arab, ucapan yang digunakan sebagai peringatan adalah ha tanbih.
Maka demikian pula Al-Qur’an. Karena isi surat yang diawali huruf-huruf itu
pada umumnya berisi tentang Al-Kitab dan kenabian, dua hal yang paling pokok
dalam Islam, maka Allah SWT perlu memperingatkan orang-orang musyrikin Arab
Mekkah terlebih dahulu agar mereka dapat memahami dan menerima
kandungan-kandungan Al-Qur’an.
KESIMPULAN
Fawatih al-Suwar adalah
suatu ilmu yang mengkaji tentang bentuk-bentuk huruf, kata atau kalimat
permulaan surah-surah Al-Qur’an, yang mana di dalam Al-Qur’an ada sepuluh macam
bentuk Fawatih al-Suwar yaitu:
1. Pembukaan surat dengan
lafaz pujian الثناء
2. Pembukaan surat dengan
lafaz النداء (panggilan)
3. Pembukaan surat dengan
jumlah Khabariyyah (kalimat berita)
4. Pembukaan surat dengan
huruf Qasam (sumpah)
5. Pembukaan dengan huruf
syarat
6. Pembukaan surat dengan Amar
(perintah)
7. Pembukaan surat dengan
bentuk Istifham (pertanyaan)
8. Pembukaan surat dengan
lafaz do’a.
9. Pembukaan surat dengan Ta’lil
(ilat)
10. Pembukaan surat yang
dimulai dengan huruf Muqatha’ah (huruf potong)
Para ulama berbeda
pendapat mengenai kemampuan manusia mengetahui makna huruf muqaththa’ah (huruf
potong) yang terdapat di awal beberapa surat. Fawatih al suwar dengan
huruf-huruf muqatho’ah merupakan kemukjizatan Al-Qur’an karena ia tidak bisa
ditandingi oleh siapapun, bahkan orang Arab sendiri meskipun ia hanya tersusun
dari huruf-huruf muqatho’ah, ia berguna sebagai peringatan, memperindah bahasa,
menarik perhatian orang musyrik agar mereka memusatkan perhatiannya kepada Al-Qur’an
yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihan, Ulumul
Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, 2004
Muhammad bin Jamil, Bagaimana
Kita Memahami Al-Qur’an, (Terj. Muhammad Qawwam, Abu Luqman), Judul Asli: Kaifa
Nafhamu Al-Qur’ana Anwa’u At-Tafsiri wa Syarhu ba’dhi Ayi Al-Qur’ani,
Malang: Cahaya Tauhid Press, 2006
Yusuf, Kadar M., Studi
Al-Qur’an, Jakarta: Amzah, 2010
Zaini, Hasan dan
Radhiatul Hasnah, ‘Ulum Al-Qur’an, Batusangkar: STAIN Batusangkar Press,
2011
[1]Hasan Zaini dan Radhiatul
Hasnah, ‘Ulum Al-Qur’an, (Batusangkar: STAIN Batusangkar Press, 2011),
h. 165
[2]Kadar M. Yusuf, Studi
Al-Qur’an, (Jakarta: Amzah, 2010), h. 55
[3]Hasan Zaini dan Radhiatul
Hasnah, Op.cit., h. 174
[4]Rosihan Anwar, Ulumul
Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), h. 139
[5]Hasan Zaini dan Radhiatul
Hasnah, Op.cit., h. 174
[7]Rosihan Anwar, Op.cit,
h. 137
[9]Kadar M. Yusuf, Op.cit.,
h. 58
[10]Muhammad bin Jamil, Bagaimana
Kita Memahami Al-Qur’an, (Terj. Muhammad Qawwam, Abu Luqman), Judul Asli:
Kaifa Nafhamu Al-Qur’ana Anwa’u At-Tafsiri wa Syarhu ba’dhi Ayi Al-Qur’ani,
(Malang: Cahaya Tauhid Press, 2006), h. 335
[11]Hasan Zaini dan Radhiatul
Hasnah, Op.cit., h. 169
[14]Kadar M. Yusuf, Op.cit.,
h. 59
[15]Rosihan Anwar, Op.cit.,
h. 138
Tidak ada komentar:
Posting Komentar