AYAT-AYAT MAKKIYAH DAN MADANIYYAH
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Definisi Al-Makki dan
Al-Madani
Kata al-makki
berasal dari “Mekah” dan al-madani
berasal dari kata “Madinah”. Kedua kata tersebut telah dimasuki “ya” nisbah
sehingga menjadi al-makkiy atau al-makkiyah dan al-madaniy atau al-madaniyah.[1]
Secara harfiah, al-makki atau al-makkiyah
berarti “yang bersifat Mekah” atau “yang berasal dari Mekah”, sedangkan al-madaniy atau al-madaniyah berarti “yang bersifat Madinah” atau “yang berasal
dari Madinah”. Maka ayat atau surat yang turun di Mekah disebut dengan al-makkiyah dan yang diturunkan di
Madinah disebut dengan al-madaniyah.[2]
Secara etimologi, al-makki atau al-makkiyah
adalah sesuatu (ayat atau surat Al-Qur’an) yang dinisbahkan kepada kota Mekah.
Sedangkan al-madani atau al-madaniyah adalah sesuatu (ayat atau
surat Al-Qur’an) yang dinisbahkan kepada kota Madinah. Mekah dan Madinah
merupakan dua kota yang menjadi basis utama Rasulullah dalam mengembangkan
agama islam. Dengan demikian, kedua kota tersebut merupakan daerah terbanyak
tempat diturunkannya ayat suci Al-Qur’an.[3]
Secara terperinci para Mufassir berbeda
pendapat dalam mendefinisikan makkiyah dan madaniyyah. Perbedaan itu ialah:
Menurut Mabahits, Makkiyah ialah segala ayat yang diturunkan di Mekkah dan Madaniyyah segala ayat yang diturunkan
di Madinah. Termasuk dalam pengertian di Mekkah tempat-tempat yang terletak di
sekitarnya (Arafah, Hudaibiah, dan lain-lain), dan termasuk pula dalam
pengertian di Madinah tempat-tempat yang terletak disekitarnya (Badar, Uhud,
dan lain-lain).[4]
Menurut Al Itqan, Makkiyah adalah segala ayat yang turun sebelum hijrah, sekalipun
turunnya di Madinah. Dan Madaniyyah
adalah segala ayat yang turun setelah hijrah sekalipun turunnya di Mekkah.
Disini berpatokan adalah saat hijrah Nabi dari Mekkah ke Madinah.[5]
Menurut Al Burhan, Makkiyyah ialah segala ayat yang isi pembicaraannya kepada penduduk
Mekkah dan sekitarnya serta Madaniyyah
adalah segala ayat yang isi pembicaraannya ditujukan kepada penduduk Madinah
dan sekitarnya. Berdasarkan kriteria ketiga inilah orang mengatakan setiap ayat
yang berisi seruan kepada orang mukmin (ya
ayyuhal ladziina aamanu)
menunjukkan ia turun di Madinah, dan setiap ayat yang berisi seruan kepada
manusia (ya ayyuhannaassu)
menunjukkan ia turun di Mekkah.[6]
Para ulama memberikan pengertian istilah
yang cukup beragam terhadap term al-makki
dan al-madani ini. Keberagaman tersebut
muncul karena para ulama beranjak dari sudut pandang yang berbeda antara satu
dengan lainnya. Suatu kelompok ulama menetapkan batasan yang tidak sama dengan
kelompok yang lainnya.[7]
Berbagai patokan yang dijadikan sebagai
titik start dalam memberikan definisi terhadap al-makki dan al-madani tersebut
dapat dikelompokkan menjadi tiga:[8]
Pertama, al-makki dan al-madani didefinisikan dengan
Peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW. beserta para sahabat dari Mekkah ke
Madinah diambil sebagai garis demarkasi antara ayat atau surat makkiyah dengan ayat atau surat madaniyah. Dengan demikian definisi yang
diberikan adalah (Manna ‘al-Qaththan, tth: 61):[9]
وَاِنْ كَانَ نُزُوْلُهُ بِغَيْرِ مَكَّةِ, اَلْمَكِيُّ مَانُزِلَ قَبْلَ هِجْرَةِ الرَّسُوْلِ
وَالْمَدَنِيُّ مَانُزِلَ بَعْدَ هَذِهِ الْهِجْرَةِ وَاِنْ كَانَ نُزُوْلُهُ بِمَكَّةَ
وَالْمَدَنِيُّ مَانُزِلَ بَعْدَ هَذِهِ الْهِجْرَةِ وَاِنْ كَانَ نُزُوْلُهُ بِمَكَّةَ
Al-makki adalah sesuatu (ayat atau surat Al-Qur’an)
yang diturunkan sebelum Nabi hijrah ke Madinah, sekalipun turunnya di luar
Mekkah. Sedangkan al-madani adalah sesuatu (ayat atau surat Al-Qur’an) yang
diturunkan sesudah Nabi hijrah, sekalipun turunnya di Mekkah.
Berdasarkan definisi yang menjadikan
peristiwa hijrah ke Madinah sebagai
batasan, maka ayat:
* ¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù't br& (#rxsè? ÏM»uZ»tBF{$# #n<Î) $ygÎ=÷dr& #sÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# $KÏèÏR /ä3ÝàÏèt ÿ¾ÏmÎ/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $JèÏÿx #ZÅÁt/ ÇÎÑÈ
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di
anatara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. An-Nisa’: 58)
Merupakan ayat al-madani, sekalipun ayat tersebut diturunkan di Mekah ketika
terjadi peristiwa Fathu Mekah (penaklukan kota Mekah). Demikian juga keadaannya
dengan ayat yang diturunkan ketika Nabi melaksanakan Haji Wada’ (haji
perpisahan) yang berbunyi.[10]
4.….. tPöquø9$# àMù=yJø.r& öNä3s9 öNä3oYÏ àMôJoÿøCr&ur öNä3øn=tæ ÓÉLyJ÷èÏR àMÅÊuur ãNä3s9 zN»n=óM}$# $YYÏ 4ÇÌÈ
Artinya: Pada
hari ini telah kusempurnakan untuk
kamu agamamu, dan telah kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah kuridhai Islam
itu jadi agama bagimu. (QS. Al-Ma’idah: 3)
Kedua, mengartikan terminologi al-makki dan al-madani dengan berpatokan kepada tempat ayat diturunkan. Dalam
hal ini, definisi yang dikemukakan adalah (Manna’al-Qaththan, tth: 62)[11]
Al-makki adalah sesuatu
(ayat atau surat Al-Qur’an yang diturunkan di mekkah dan sekitarnya, seperti
Mina, Arafah, dan Hudaibiyah. Dan al-madani adalah sesuatu (ayat atau surat Al-Qur’an)
yang diturunkan di madinah dan sekitarnya, seperti Uhud, Quba dan Sil.
Ketiga, definisi yang
berpatokan kepada mukhatab atau orang
yang dijadikan sasaran dari diturunkannya sebuah ayat atau surat. Dari batasan
ini diketengahkan definisi (Manna ‘al-Qaththan, tth:62)[12]
Al-makki adalah sesuatu (ayat atau surat Al-Qur’an)
yang seruannya ditujukan kepada penduduk Mekah dan al-madani adalah sesuatu
(ayat atau surat Al-Qur’an) yang seruannya ditujukan kepada penduduk Madinah.
B.
Klasifikasi Al-Makki
dan Al-Madani
Ada dua metode yang digunakan oleh para
ulama untuk mengetahui apakah suatu ayat termasuk makki atau madani.[13]
1. Metode al-Sima’i
Ada juga yang menyebut metode ini dengan
istilah al-sima’i al-naqli (mengikuti
saja apa yang didengar berdasarkan suatu riwayat). Metode al-sima’i merupakan upaya untuk mengetahui apakah suatu ayat atau
surat tergolong ke dalam makki atau madani berdasarkan kepada riwayat yang
shahih dari para sahabat yang hidup pada masa itu dan menyaksikan turnnya
wahyu. Riwayat tersebut juga dapat berasal dari tabi’in yang menerima dan
mendengar dari sahabat tentang bagaimana, dimana, dan peristiwa apa yang
berkaitan dengan turunnya suatu wahyu. (Manna’al-Qaththan, tth: 60).[14]
2. Metode qiyasi
atau al-qiyasi al-ijtihadi.
Metode al-ijtihadi
adalah upaya untuk mengetahui apakah ayat atau surat tergolong ke dalam makki atau madani berdasarkan kepada ijtihadi
atau qiyas.
Cara kerja metode ini didasarkan pada
ciri-ciri makki dan madani. Apabila dalam surat makki terdapat suatu ayat yang
mengandung sifat madani atau
peristiwa madani, maka dikatakan
bahwa ayat itu madani. Dan apabila
dalam surat madani terdapat suatu
ayat yang mengandung sifat makki atau
mengandung peristiwa makki, maka ayat
tadi dikatakan ayat makki. Bila dalam
satu surat terdapat ciri-ciri makki,
maka surat itu dinamakan surat makki.
Demikian pula jika dalam suatu surat terdapat ciri-ciri madani, maka surat itu dinamakan surat madani. Inilah yang disebut dengan Qiyasi Ijtihadi (Manna’al-Qaththan, tth: 61)[15]
C.
Ciri-ciri Al-Makki dan
Al-Madani
Para ulama telah melakukan penelitian
mendalam terhadap ayat-ayat atau surat-surat makki dan madani sehingga
dapat menghasilkan ketentuan analogis bagi keduanya. Mereka telah berhasil
merumuskan karakteristik atau ciri-ciri khusus dari makki dan madani, baik
menyangkut gaya bahasa maupun persoalan yang dibicarakan.
1.
Ciri-ciri al-Makki
Ayat-ayat atau
surat-surat makkiyah, dilihat secara
umum terutama segi redaksi yang digunakannya, memiliki ciri-ciri tertentu. Akan
tetapi, ciri-ciri yang dapat disimpulkan tersebut tetap saja tidak dapat
diberlakukan secara menyeluruh terhadap semua bagian Al-Qur’an. Ada beberapa
pengecualian atau realitas yang berada di luar kategorisasi tersebut.
Menurut
Manna’al-Qaththan (tth: 63), ayat atau surat makkiyah memiliki ciri-ciri umum sebagai berikut:[16]
a.
Setiap surat yang di
dalamnya terdapat istilah “sajadah”
b.
Setiap surat yang
disana terdapat lafaz “kalla”. Lafaz ini hanya terdapat dalam separuh terakhir
dari Al-Qur’an. Dan disebutkan sebanyak 33 kali dalam 15 surat.
c.
Setiap surat yang
mengandung “wahai manusia” dan tidak mengandung “wahai orang-orang yang
beriman” kecuali surat al-hajj yang pada akhir surat terdapat
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qãè2ö$# (……#rßàfó$#ur () ÇÐÐÈ
namun demikian, sebagian ulama berpendapat bahwa ayat tersebut diatas
merupakan ayat makkiyah.
d.
Setiap surat yang
megandung kisah para nabi dan umat terdahulu, kecuali suratal-Baqarah.
e.
Setiap surat yang
mengandung kisah Adam dan Iblis, kecuali surat al-baqarah.
f.
Setiap surat yang
dibuka dengan huruf-huruf singkatan, seperti.................dan lain-lain,
kecuali surat Al-Baqarah dan Ali Imran. Sedangkan surat Ar-Ra’d masih
diperselisihkan.
Dari sudut tema yang diangkat dan gaya
bahasa yang digunakan, ayat atau surat
makkiyah memiliki beberapa karakteristik, yaitu (manna al-Qaththan, tth:
63-64):[17]
1)
Berisi ajakan kepada
tauhid dan beribadah hanya kepada Allah, pembuktian terhadap kebenaran risalah,
misteri di seputar kebangkitan pada hari pembalasan, kiamat, neraka, surga,
argumen terhadap orang yang musyrik dengan menggunakan bukti-bukti rasional dan
ayat-ayat kauniyah.
2)
Peletakan dasar-dasar
umum bagi pembumian syariat dan akhlaq mulia yang menjadi dasar terbentuknya
suatu masyarakat dan penyingkapan dosa orang musyrik dalam penumpahan darah,
memakan harta anak yatim secara zalim, penguburan hidup-hidup bayi perempuan
serta tradisi buruk lainnya.
3)
Mengangkat kisah para
nabi dan umat-umat terdahulu sehingga umat Muhammad (terutama orang kafir)
dapat mengambil pelajaran dengan mengetahui nasib pendusta agama sebelum
mereka. Hal itu juga berfungsi sebagai hiburan dan sugesti bagi Rasulullah
sehingga tabah menghadapi gangguan kaumnya serta yakin akan datangnya
kemenangan.
4)
Memiliki gaya khusus
dengan suku kata dan statemen simpel tapi memiliki kekuatan sehingga sangat
mengesankan. Pernyataan-pernyataan yang terkesan “sederhana” tersebut dapat
menghembus telinga, menggetarkan hati dan menaklukkan orang yang
mendengarkannya.
2.
Ciri-ciri al-Madani
Menurut Manna al-Qaththan (tth: 64), secara
umum ayat atau surat madaniyah memiliki beberapa kekhususan. Kekhususan
tersebut adalah:[18]
a.
Setiap surat yang
berisi tentang sesuatu yang wajib dikerjakan oleh seorang muslim (faridhah) dan
hukuman (had).
b.
Setiap surat yang di
dalamnya menceritakan tentang orang-orang munafik, kecuali dalam surat
al-ankabut (29).
c.
Setiap surat yang di
dalamnya terdapat dialog (mujadalah) dengan ahli kitab.
Dilihat dari sisi secara lebih spesifik dan
gaya ahasa yang digunakan, maka ayat atau surat madaniyah memiliki beberapa
ciri (Manna al-Qaththan, tth: 64):
1)
Menjelaskan persoalan
ibadah, muamalah, hadud (hukuman-hukuman), peraturan keluarga, kewarisan,
keutamaan jihad, hubungan sosial, hubungan internasional dalam suasana damai
dan perang, kaidah hukum serta masalah perundang-undangan.
2)
Seruan terhadap ahli
kitab (Yahudi dan Nasrani) dan ajakan kepada mereka untuk masuk islam,
penjelasan mengenai penyimpangan mereka dalam upaya merubah kitab Allah,
permusuhan mereka terhadap kebenaran dan perselisihan yang terjadi di anatara
mereka karena kedengkian setelah mereka diberi ilmu.
3)
Menyikap prilaku orang
munafik, menguraikan jati diri mereka, membuka rahasia yang disembunyikan dan
menjelaskan bahwa mereka sangat berbahaya bagi islam.
4)
Menggunakan gaya bahasa
dengan suku kata yang cenderung panjang, semua itu dalam rangka memantapkan syari’at
serta menjelaskan tujuan dan sasarannya.
D.
Urgensi Ilmu Al Makki
dan Al Madani
Kaum muslimin pada
generasi Al-Qur’an pertama, yaitu generasi sahabat mengetahui secara pasti
tentang ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. mereka
mendengar secara langsung wahyu yang disampaikan kepada Rasul, bahkan banyak
ayat yang turun berkenaan dengan mereka. Dengan diketahuinya tempat dan waktu
turunya suatu ayat atau surat oleh para sahabat, Rasulullah tidak pernah
menjelaskan tentang pengelompokkan ayat-ayat al-makki dan al-madani.
(al-Zarqani, 1988:196).[19]
Namun, pada masa-masa
berikutnya dalam periode generasi Al-Qur’an yang jarak waktunya jauh dari masa
nabi, pengetahuan tetang hal itu sangat dibutuhkan. Pengetahuan tersebut tidak
mungkin didapat kecuali melalui riwayat dan disampaikan oleh para sahabat nabi
yang hidup langsung bersama Nabi Muhammad SAW, serta para Tabi’in yang
mendapatkan keterangan tetntang hal itu dari sahabat (Subhi al-shalih,
1977:178).[20]
Al-makki dan al-madani merupakan salah satu bagian
terpenting dari pembahasan ulumul qur’an. Mengetahui kedua konsep ini akan
memberikan manfaat kepada seseorang untuk membantu memahami Al-Qur’an.
Pengetahuan tetang
Makki dan Madani banyak faedahnya, di antaranya:
1.
Untuk dijadikan alat
bantu dalam menafsirkan Al-Qur’an. Pengetahuan tentang tempat turun ayat dapat
membantu memahami ayat tersebut dan menafsirkan dengan tafsiran yang benar,
sekalipun yang menjadi pegangan adalah pengertian umum suatu lafaz, bukan sebab
yang khusus. Berdasarkan hal itu, seorang penafsir dapat membedakan ayat yang
nasikh dengan yang mansukh bila diantara keduanya terdapat makna yang
kontradiktif. Ayat yang datang kemudian tentu merupakan nasikh atas yang
terdahulu.[21]
2.
Meresapi gaya basaha Al-Qur’an
dan memanfaatkannya dalam berdakwah menuju jalan Allah, sebab setiap situasi
mempunyai bahasa tersendiri. Memperhatikan apa yang dikehendaki oleh situasi,
merupakan arti paling khusus dalam ilmu retorika.
Karekateristik gaya bahasa makki dan madani dalam Al-Qur’an, memberikan kepada orang yang mempelajarinya
sebuah metode dalam penyampaian dakwah ke jalan Allah yang sesuai dengan
kejiwaan lawan bicara dan menguasai pikiran dan perasaannya serta mengatasi apa
yang ada dalam dirinya dengan penuh kebijaksanaan. Setiap tahapan dakwah
mempunyai topik dan pola penyampaian tersendiri. Pola penyampaian itu
berbeda-beda, sesuai dengan perbedaan tata cara, keyakinan, dan kondisi
lingkungan. Hal yang demikian tampak jelas bahwa dalam berbagai cara Al-Qur’an
menyeru untuk berbagai golongan, baik orang yang telah beriman, munafik, maupun
ahli kitab.[22]
3.
Mengetahui sejarah
hidup Nabi melalui ayat-ayat Al-Qur’an, sebab turunya wahyu kepada Rasulullah
sejalan dengan sejarah dakwah dengan segala peristiwanya, baik pada periode
Mekkah maupun periode Madinah, sejak permulaan turun wahyu hingga ayat terakhir
diturunkan.Al-Qur’an merupakan sumber pokok bagi peri kehidupan Rasulullah dan
kehidupan beliau yang digambarkan oleh ahli sejarah harus sesuai dengan Al-Qur’an.
Al-Qur’an juga dapat menjadi rujukan puncak dalam mengetahui perbedaan riwayat
yang terjadi.[23]
Selain urgensi dan
manfaat yang disebutkan oleh Manna al-qaththan di atas, menurut Masjfuk Zuhdi
(1997:68), pengetahuan tentang al- makki dan al-madani dapat membantu
mengetahui sejarah hukum Islam dan perkembangannya yang sangat bijaksana. Hal
itu dapat meningkatkan keyakinan seorang muslim terhadap ketinggian islam di
dalam mendidik manusia, baik secara individual maupun secara kolektif
(masyarakat)[24]
Selain itu, masih
menurut Masjfuk Zuhdi (1997: 68), pengetahuan terhadap al-makki dan al-madani
juga dapat meningkatkan keyakinan terhadap kebesaran, kesucian dan keontentikan
Al-Qur’an. Karena di sana terlihat jelas betapa besarnya perhatian umat islam
terhadap Al-Qur’an sejak turunya samapi al-hal yang sangat detailnya sekalipun.[25]
1.
Tartib Surat Makkiyyah
Dibawah ini disebutkan
secara berurutan surat-surat yang turun di Mekkah berikut nomor perbandingannya
dengan surat yang ada pada mushaf:[26]
No
|
Nama Surat
|
No.
Surat
|
No.
|
Nama Surat
|
No.
Surat
|
1
|
Iqra/ Al- Alaq
|
96
|
13
|
Al Ashr
|
103
|
2
|
Nun
|
68
|
14
|
Al Adiyat
|
100
|
3
|
Al Muzzamil
|
73
|
15
|
Al Kautsar
|
108
|
4
|
Al Muddatstsir
|
74
|
16
|
Al Ma’un
|
107
|
5
|
Al lahab
|
111
|
17
|
Al Kafirun
|
109
|
6
|
Al Fatihah
|
1
|
18
|
Al Fiil
|
105
|
7
|
At Takwir
|
81
|
19
|
Al Falaq
|
113
|
8
|
Al A’la
|
87
|
20
|
An- Naas
|
114
|
9
|
Al Lail
|
92
|
21
|
Al Ikhlas
|
112
|
10
|
Al Fajr
|
89
|
22
|
An Najm
|
53
|
11
|
Adh Dhuha
|
93
|
23
|
‘Abasa
|
80
|
12
|
Al Insyirah
|
94
|
24
|
Al Qadr
|
97
|
25
|
Asy Syams
|
91
|
56
|
Luqman
|
31
|
26
|
Al Buruj
|
85
|
57
|
Saba’
|
32
|
27
|
At Tin
|
95
|
58
|
Az Zumar
|
39
|
28
|
Quraisy
|
106
|
59
|
Al Mu’min
|
40
|
29
|
Al Qari’ah
|
101
|
60
|
Fushshilat
|
41
|
30
|
Al Qiyamah
|
75
|
61
|
Asy Syuura
|
42
|
31
|
Al Humazah
|
104
|
62
|
Az Zhukruf
|
43
|
32
|
Al Mursalat
|
77
|
63
|
Ad Dukhan
|
44
|
33
|
Qaf
|
50
|
64
|
Al Jatsiah
|
45
|
34
|
Al Balad
|
90
|
65
|
Al ahqaf
|
46
|
35
|
At-Thariq
|
86
|
66
|
Adz Dzariyat
|
51
|
36
|
Al Qamar
|
54
|
67
|
Al Ghasiyah
|
88
|
37
|
Shad
|
38
|
68
|
Al Khaf
|
18
|
38
|
Al ’Araf
|
7
|
69
|
An Nahl
|
16
|
39
|
Al Jin
|
72
|
70
|
Nuh
|
71
|
40
|
Yaasiin
|
36
|
71
|
Ibrahim
|
14
|
41
|
Al Fur’qan
|
25
|
72
|
Al Anbiya’
|
21
|
42
|
Fathir
|
35
|
73
|
As Sajadah
|
32
|
43
|
Maryam
|
19
|
74
|
Ath Thuur
|
52
|
44
|
Thaha
|
20
|
75
|
Al Mulk
|
67
|
45
|
Al Waqi’ah
|
56
|
76
|
Al Haqqah
|
69
|
46
|
Asy Syu’ara
|
26
|
77
|
Al Ma’arij
|
70
|
47
|
An Naml
|
27
|
78
|
An Naba’
|
78
|
48
|
Al Qashash
|
28
|
79
|
An Nazi’at
|
79
|
49
|
Al Israa’
|
17
|
80
|
Al Infithar
|
82
|
50
|
Yunus
|
10
|
81
|
Al Insyiqaq
|
84
|
51
|
Hud
|
11
|
82
|
Ar Rum
|
30
|
52
|
Yusuf
|
12
|
83
|
Al Ankabut
|
29
|
53
|
Al Hijr
|
15
|
84
|
At Takatsur
|
102
|
54
|
Al An’am
|
6
|
85
|
Al Mu’minun
|
23
|
55
|
Ash Shaffat
|
37
|
86
|
Ath Tahfif
|
83
|
2.
Tartib Surat Madaniyyah
No.
|
Nama Surat
|
No.
Surat
|
No.
|
Nama Surat
|
No.
Surat
|
1
|
Al Baqarah
|
2
|
15
|
Al Hasyr
|
59
|
2
|
Al Anfal
|
8
|
16
|
An Nashr
|
110
|
3
|
Ali Imran
|
3
|
17
|
An Nur
|
24
|
4
|
Al Ahzab
|
33
|
18
|
Al Hajj
|
22
|
5
|
Al Mumtaharah
|
60
|
19
|
Al Munafiqun
|
63
|
6
|
An Nisa
|
4
|
20
|
Al Mujadilah
|
58
|
7
|
Az Zalzalah
|
99
|
21
|
Al Hujurat
|
69
|
8
|
Al Hadid
|
57
|
22
|
At Tahrim
|
66
|
9
|
Muhammad
|
47
|
23
|
Ash Shaf
|
61
|
10
|
Ar Ra’d
|
13
|
24
|
Al Jumu’ah
|
62
|
11
|
Ar Rahman
|
55
|
25
|
At Taghabun
|
64
|
12
|
Ad Dahr
|
76
|
26
|
Al Fath
|
48
|
13
|
Ath Thalaq
|
65
|
27
|
At Taubah
|
9
|
14
|
Al Bayyinah
|
98
|
28
|
Al Maidah
|
5
|
Suatu surat yang
tergolong makkiyah tidaklah berarti semua ayat yang terkandung di dalamnya
makkiyah, kadang-kadang terdapat dalam surat makkiyah beberapa ayat madaniah,
demikian pula sebaliknya. Hal itu seperti yang terlihat dalam surat Al An’am,
surat ini termasuk al-makkiyah, tetapi di dalamnya terdapat juga beberapa ayat
al-madaniyah, yaitu ayat 20,23,91,93,114,141,151,152 dan 153.[27]
Pengetahuan tentang ayat-ayat Mekkah dan Madinah
merupakan bagian yang terpenting dalam ‘Ulum
Qur’an. Hal ini bukan saja merupakan kepentingan kesejarahan melainkan juga
untuk memahami dan menafsirkan ayat-ayat yang bersangkutan.
Sebagaian surat di dalam Al-Qur’an berisi ayat-ayat dari
kedua periode tersebut dan dalam beberapa hal muncul perbedaan pendapat dari
kalangan para ulama tentang klasifikasi ayat-ayat tertentu. Bagaimanapun juga
secara keseluruhan memang sudah berhasil disusun suatu pola pemisahan
(pembagian) yang sudah mapan, dan telah digunakan secara meluas secara ilmu
tafsir, dan dijabarkan dari bukti-bukti internal yang ada dalam teks Al-Qur’an
itu sendiri.
Definisi Al-Makiy
dan Al-Madaniy oleh para ahli tafsir
meliputi berdasarkan tempat turunnya
suatu ayat, berdasarkan
khittab/ seruan/ panggilan dalam ayat tersebut, berdasarkan masa turunnya ayat
tersebut. Surat-surat Al-Qur’an itu terbagi menjadi empat macam antara
lain : Surat-surat Makiyyah murni, Surat-surat Madaniyyah murni, Surat-surat Makiyyah
yang berisi ayat Madaniyyah, Surat-surat Madaniyyah yang berisi ayat Makiyyah.
Karakteristik surat dan ayat-ayat Al-Qur’an ini terbagi
menjadi dua yaitu karakteristik Al-Makkiy dan karakteristik Al-Madaniy. Adapun
kegunaan mempelajari Ilmu ini antara lain agar dapat membedakan ayat-ayat
nasikh dan mansukh, agar dapat mengetahui sejarah hukum Islam dan
tahapan-tahapannya secara umum, mendorong keyakinan yang kuat, agar mengetahui
fase-fase dakwah Islamiyah yang telah ditempuh oleh Al-Qur’an secara bertahap,
agar dapat mengetahui keadaan lingkungan, situasi, dan kondisi masyarakat pada
waktu turun ayat-ayat Al-Qur’an, agar mengetahui gaya bahasanya yang
berbeda-beda.
DAFTAR
PUSTAKA
Mukhtar. Armen, ‘Ulum Al-Qur’an, Padang: IAIN IB Press,
2001, cet-2
Yusuf. Kadar M, STUDI AL-QUR’AN
, Jakarta: AMZAH, 2010, cet-2
Mana’ul Quthan alih
bahasa Halimuddin, PEMBAHASAN ILMU AL-QUR’AN,
Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 1998, cet-2
Zulheldi, Ulumul Qur’an I, Pisangan Ciputat:
Quantum Press, 2003, cet-1
[1].
Kadar M Yusuf diterbitkan oleh Amzah, STUDI AL-QUR’AN , (Jakarta: Amzah, 2010), cet. II, h. 28
[2]. Ibid., h. 29
[3]. Zulheldi Kata Pengantar Maidir
Harun, Ulumul Qur’an I, (Pisangan
Ciputat: Quantum Press, 2003), cet. I, h. 104
[4].
Armen Mukhtar, ‘Ulum Al-Qur’an,
(Padang: IAIN IB Press, 2001), cet. II, h. 28
[5]. Ibid.
[6]. Armen Mukhtar, op.cit,. h. 29
[7]. Zulheldi, op.cit., h. 105
[8]. Ibid., h. 105
[9]. Ibid.,
[10].
Zulheldi, Op.cit., h. 106
[11]. Zulheldi, Op.,cit., h. 107
[12] . Ibid.,
[13]. Zulheldi, Op.,cit., h.110
[14]. Ibid., h. 110
[15].
Zulheldi, Op.,cit., h. 111
[16]. Zulheldi, Op.,cit., h. 113
[17]. Zulheldi, Op.,cit., h. 114
[18]. Zulheldi, Op.,cit., h. 116
[19]. Zulheldi, Op.,cit., h. 117
[20]. Zulheldi, Op.,cit., h. 117
[21]. Manna Khalil al-Qattan, STUDI ILMU-ILMU QUR’AN, diterjemahkan
dari bahasa arab oleh Mudzakir AS, diperiksa dan disunting kembali oleh Maulana
Hasanudin, (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2001), cet., 6, h., 81
[23]. Ibid.
[24]. Zulheldi, Op.,cit.,h.119
[25] Ibid.,
[26]. Armen Mukhtar, Op.,cit., h. 32
[27]. Kadar M Yusuf, Op.,cit., h.37
Tidak ada komentar:
Posting Komentar