Senin, 04 Desember 2017

ulumul quran



                         AYAT-AYAT MAKKIYAH DAN MADANIYYAH
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Definisi Al-Makki dan Al-Madani
Kata al-makki berasal dari “Mekah” dan al-madani berasal dari kata “Madinah”. Kedua kata tersebut telah dimasuki “ya” nisbah sehingga menjadi al-makkiy atau al-makkiyah dan al-madaniy atau al-madaniyah.[1]

Secara harfiah, al-makki atau al-makkiyah berarti “yang bersifat Mekah” atau “yang berasal dari Mekah”, sedangkan al-madaniy atau al-madaniyah berarti “yang bersifat Madinah” atau “yang berasal dari Madinah”. Maka ayat atau surat yang turun di Mekah disebut dengan al-makkiyah dan yang diturunkan di Madinah disebut dengan al-madaniyah.[2]

Secara etimologi, al-makki atau al-makkiyah adalah sesuatu (ayat atau surat Al-Qur’an) yang dinisbahkan kepada kota Mekah. Sedangkan al-madani atau al-madaniyah adalah sesuatu (ayat atau surat Al-Qur’an) yang dinisbahkan kepada kota Madinah. Mekah dan Madinah merupakan dua kota yang menjadi basis utama Rasulullah dalam mengembangkan agama islam. Dengan demikian, kedua kota tersebut merupakan daerah terbanyak tempat diturunkannya ayat suci Al-Qur’an.[3]

Secara terperinci para Mufassir berbeda pendapat dalam mendefinisikan makkiyah dan madaniyyah. Perbedaan itu ialah:

Menurut Mabahits, Makkiyah ialah segala ayat yang diturunkan di Mekkah dan Madaniyyah segala ayat yang diturunkan di Madinah. Termasuk dalam pengertian di Mekkah tempat-tempat yang terletak di sekitarnya (Arafah, Hudaibiah, dan lain-lain), dan termasuk pula dalam pengertian di Madinah tempat-tempat yang terletak disekitarnya (Badar, Uhud, dan lain-lain).[4]

Menurut Al Itqan, Makkiyah adalah segala ayat yang turun sebelum hijrah, sekalipun turunnya di Madinah. Dan Madaniyyah adalah segala ayat yang turun setelah hijrah sekalipun turunnya di Mekkah. Disini berpatokan adalah saat hijrah Nabi dari Mekkah ke Madinah.[5]

Menurut Al Burhan, Makkiyyah ialah segala ayat yang isi pembicaraannya kepada penduduk Mekkah dan sekitarnya serta Madaniyyah adalah segala ayat yang isi pembicaraannya ditujukan kepada penduduk Madinah dan sekitarnya. Berdasarkan kriteria ketiga inilah orang mengatakan setiap ayat yang berisi seruan kepada orang mukmin (ya ayyuhal ladziina aamanu) menunjukkan ia turun di Madinah, dan setiap ayat yang berisi seruan kepada manusia (ya ayyuhannaassu) menunjukkan ia turun di Mekkah.[6]

Para ulama memberikan pengertian istilah yang cukup beragam terhadap term al-makki dan al-madani ini. Keberagaman tersebut muncul karena para ulama beranjak dari sudut pandang yang berbeda antara satu dengan lainnya. Suatu kelompok ulama menetapkan batasan yang tidak sama dengan kelompok yang lainnya.[7]

Berbagai patokan yang dijadikan sebagai titik start dalam memberikan definisi terhadap al-makki dan al-madani tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga:[8]

Pertama, al-makki dan al-madani didefinisikan dengan Peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW. beserta para sahabat dari Mekkah ke Madinah diambil sebagai garis demarkasi antara ayat atau surat makkiyah dengan ayat atau surat madaniyah. Dengan demikian definisi yang diberikan adalah (Manna ‘al-Qaththan, tth: 61):[9]

وَاِنْ كَانَ نُزُوْلُهُ بِغَيْرِ مَكَّةِ, اَلْمَكِيُّ مَانُزِلَ قَبْلَ هِجْرَةِ الرَّسُوْلِ
وَالْمَدَنِيُّ مَانُزِلَ بَعْدَ هَذِهِ الْهِجْرَةِ وَاِنْ كَانَ نُزُوْلُهُ بِمَكَّةَ

Al-makki adalah sesuatu (ayat atau surat Al-Qur’an) yang diturunkan sebelum Nabi hijrah ke Madinah, sekalipun turunnya di luar Mekkah. Sedangkan al-madani adalah sesuatu (ayat atau surat Al-Qur’an) yang diturunkan sesudah Nabi hijrah, sekalipun turunnya di Mekkah.

Berdasarkan definisi yang menjadikan peristiwa hijrah ke  Madinah sebagai batasan, maka ayat:
* ¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù'tƒ br& (#rŠxsè? ÏM»uZ»tBF{$# #n<Î) $ygÎ=÷dr& #sŒÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# $­KÏèÏR /ä3ÝàÏètƒ ÿ¾ÏmÎ/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $JèÏÿxœ #ZŽÅÁt/ ÇÎÑÈ  

Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di anatara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. An-Nisa’: 58)

Merupakan ayat al-madani, sekalipun ayat tersebut diturunkan di Mekah ketika terjadi peristiwa Fathu Mekah (penaklukan kota Mekah). Demikian juga keadaannya dengan ayat yang diturunkan ketika Nabi melaksanakan Haji Wada’ (haji perpisahan) yang berbunyi.[10]

4.….. tPöquø9$# àMù=yJø.r& öNä3s9 öNä3oYƒÏŠ àMôJoÿøCr&ur öNä3øn=tæ ÓÉLyJ÷èÏR àMŠÅÊuur ãNä3s9 zN»n=óM}$# $YYƒÏŠ 4ÇÌÈ  

Artinya: Pada hari ini telah kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah kuridhai Islam itu jadi agama bagimu. (QS. Al-Ma’idah: 3)

Kedua, mengartikan terminologi al-makki dan al-madani dengan berpatokan kepada tempat ayat diturunkan. Dalam hal ini, definisi yang dikemukakan adalah (Manna’al-Qaththan, tth: 62)[11]
Al-makki adalah sesuatu (ayat atau surat Al-Qur’an yang diturunkan di mekkah dan sekitarnya, seperti Mina, Arafah, dan Hudaibiyah. Dan al-madani adalah sesuatu (ayat atau surat Al-Qur’an) yang diturunkan di madinah dan sekitarnya, seperti Uhud, Quba dan Sil.

Ketiga, definisi yang berpatokan kepada mukhatab atau orang yang dijadikan sasaran dari diturunkannya sebuah ayat atau surat. Dari batasan ini diketengahkan definisi (Manna ‘al-Qaththan, tth:62)[12]
Al-makki adalah sesuatu (ayat atau surat Al-Qur’an) yang seruannya ditujukan kepada penduduk Mekah dan al-madani adalah sesuatu (ayat atau surat Al-Qur’an) yang seruannya ditujukan kepada penduduk Madinah.

B.     Klasifikasi Al-Makki dan Al-Madani
Ada dua metode yang digunakan oleh para ulama untuk mengetahui apakah suatu ayat termasuk makki atau madani.[13]
1.      Metode al-Sima’i
Ada juga yang menyebut metode ini dengan istilah al-sima’i al-naqli (mengikuti saja apa yang didengar berdasarkan suatu riwayat). Metode al-sima’i merupakan upaya untuk mengetahui apakah suatu ayat atau surat tergolong ke dalam makki atau madani berdasarkan kepada riwayat yang shahih dari para sahabat yang hidup pada masa itu dan menyaksikan turnnya wahyu. Riwayat tersebut juga dapat berasal dari tabi’in yang menerima dan mendengar dari sahabat tentang bagaimana, dimana, dan peristiwa apa yang berkaitan dengan turunnya suatu wahyu. (Manna’al-Qaththan, tth: 60).[14]

2.      Metode qiyasi atau al-qiyasi al-ijtihadi.
 Metode al-ijtihadi adalah upaya untuk mengetahui apakah ayat atau surat tergolong ke dalam makki atau madani berdasarkan kepada ijtihadi atau qiyas.

Cara kerja metode ini didasarkan pada ciri-ciri makki dan madani. Apabila dalam surat makki terdapat suatu ayat yang mengandung sifat madani atau peristiwa madani, maka dikatakan bahwa ayat itu madani. Dan apabila dalam surat madani terdapat suatu ayat yang mengandung sifat makki atau mengandung peristiwa makki, maka ayat tadi dikatakan ayat makki. Bila dalam satu surat terdapat ciri-ciri makki, maka surat itu dinamakan surat makki. Demikian pula jika dalam suatu surat terdapat ciri-ciri madani, maka surat itu dinamakan surat madani. Inilah yang disebut dengan Qiyasi Ijtihadi (Manna’al-Qaththan, tth: 61)[15]

C.     Ciri-ciri Al-Makki dan Al-Madani
Para ulama telah melakukan penelitian mendalam terhadap ayat-ayat atau surat-surat makki dan madani sehingga dapat menghasilkan ketentuan analogis bagi keduanya. Mereka telah berhasil merumuskan karakteristik atau ciri-ciri khusus dari makki dan madani, baik menyangkut gaya bahasa maupun persoalan yang dibicarakan.

1.      Ciri-ciri al-Makki
Ayat-ayat atau surat-surat makkiyah, dilihat secara umum terutama segi redaksi yang digunakannya, memiliki ciri-ciri tertentu. Akan tetapi, ciri-ciri yang dapat disimpulkan tersebut tetap saja tidak dapat diberlakukan secara menyeluruh terhadap semua bagian Al-Qur’an. Ada beberapa pengecualian atau realitas yang berada di luar kategorisasi tersebut.

Menurut Manna’al-Qaththan (tth: 63), ayat atau surat makkiyah memiliki ciri-ciri umum sebagai berikut:[16]
a.      Setiap surat yang di dalamnya terdapat  istilah “sajadah”
b.      Setiap surat yang disana terdapat lafaz “kalla”. Lafaz ini hanya terdapat dalam separuh terakhir dari Al-Qur’an. Dan disebutkan sebanyak 33 kali dalam 15 surat.
c.       Setiap surat yang mengandung “wahai manusia” dan tidak mengandung “wahai orang-orang yang beriman” kecuali surat al-hajj yang pada akhir surat terdapat
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qãèŸ2ö$# (……#rßàfó$#ur () ÇÐÐÈ  
namun demikian, sebagian ulama berpendapat bahwa ayat tersebut diatas merupakan ayat makkiyah.
d.     Setiap surat yang megandung kisah para nabi dan umat terdahulu, kecuali suratal-Baqarah.
e.      Setiap surat yang mengandung kisah Adam dan Iblis, kecuali surat al-baqarah.
f.        Setiap surat yang dibuka dengan huruf-huruf singkatan, seperti.................dan lain-lain, kecuali surat Al-Baqarah dan Ali Imran. Sedangkan surat Ar-Ra’d masih diperselisihkan.

Dari sudut tema yang diangkat dan gaya bahasa  yang digunakan, ayat atau surat makkiyah memiliki beberapa karakteristik, yaitu (manna al-Qaththan, tth: 63-64):[17]
1)      Berisi ajakan kepada tauhid dan beribadah hanya kepada Allah, pembuktian terhadap kebenaran risalah, misteri di seputar kebangkitan pada hari pembalasan, kiamat, neraka, surga, argumen terhadap orang yang musyrik dengan menggunakan bukti-bukti rasional dan ayat-ayat kauniyah.
2)      Peletakan dasar-dasar umum bagi pembumian syariat dan akhlaq mulia yang menjadi dasar terbentuknya suatu masyarakat dan penyingkapan dosa orang musyrik dalam penumpahan darah, memakan harta anak yatim secara zalim, penguburan hidup-hidup bayi perempuan serta tradisi buruk lainnya.
3)      Mengangkat kisah para nabi dan umat-umat terdahulu sehingga umat Muhammad (terutama orang kafir) dapat mengambil pelajaran dengan mengetahui nasib pendusta agama sebelum mereka. Hal itu juga berfungsi sebagai hiburan dan sugesti bagi Rasulullah sehingga tabah menghadapi gangguan kaumnya serta yakin akan datangnya kemenangan.
4)      Memiliki gaya khusus dengan suku kata dan statemen simpel tapi memiliki kekuatan sehingga sangat mengesankan. Pernyataan-pernyataan yang terkesan “sederhana” tersebut dapat menghembus telinga, menggetarkan hati dan menaklukkan orang yang mendengarkannya.

2.      Ciri-ciri al-Madani
Menurut Manna al-Qaththan (tth: 64), secara umum ayat atau surat madaniyah memiliki beberapa kekhususan. Kekhususan tersebut adalah:[18]
a.      Setiap surat yang berisi tentang sesuatu yang wajib dikerjakan oleh seorang muslim (faridhah) dan hukuman (had).
b.      Setiap surat yang di dalamnya menceritakan tentang orang-orang munafik, kecuali dalam surat al-ankabut (29).
c.       Setiap surat yang di dalamnya terdapat dialog (mujadalah) dengan ahli kitab.

Dilihat dari sisi secara lebih spesifik dan gaya ahasa yang digunakan, maka ayat atau surat madaniyah memiliki beberapa ciri (Manna al-Qaththan, tth: 64):
1)      Menjelaskan persoalan ibadah, muamalah, hadud (hukuman-hukuman), peraturan keluarga, kewarisan, keutamaan jihad, hubungan sosial, hubungan internasional dalam suasana damai dan perang, kaidah hukum serta masalah perundang-undangan.
2)      Seruan terhadap ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) dan ajakan kepada mereka untuk masuk islam, penjelasan mengenai penyimpangan mereka dalam upaya merubah kitab Allah, permusuhan mereka terhadap kebenaran dan perselisihan yang terjadi di anatara mereka karena kedengkian setelah mereka diberi ilmu.
3)      Menyikap prilaku orang munafik, menguraikan jati diri mereka, membuka rahasia yang disembunyikan dan menjelaskan bahwa mereka sangat berbahaya bagi islam.
4)      Menggunakan gaya bahasa dengan suku kata yang cenderung panjang, semua itu dalam rangka memantapkan syari’at serta menjelaskan tujuan dan sasarannya.

D.    Urgensi Ilmu Al Makki dan Al Madani
Kaum muslimin pada generasi Al-Qur’an pertama, yaitu generasi sahabat mengetahui secara pasti tentang ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. mereka mendengar secara langsung wahyu yang disampaikan kepada Rasul, bahkan banyak ayat yang turun berkenaan dengan mereka. Dengan diketahuinya tempat dan waktu turunya suatu ayat atau surat oleh para sahabat, Rasulullah tidak pernah menjelaskan tentang pengelompokkan ayat-ayat al-makki dan al-madani. (al-Zarqani, 1988:196).[19]

Namun, pada masa-masa berikutnya dalam periode generasi Al-Qur’an yang jarak waktunya jauh dari masa nabi, pengetahuan tetang hal itu sangat dibutuhkan. Pengetahuan tersebut tidak mungkin didapat kecuali melalui riwayat dan disampaikan oleh para sahabat nabi yang hidup langsung bersama Nabi Muhammad SAW, serta para Tabi’in yang mendapatkan keterangan tetntang hal itu dari sahabat (Subhi al-shalih, 1977:178).[20]
Al-makki dan al-madani merupakan salah satu bagian terpenting dari pembahasan ulumul qur’an. Mengetahui kedua konsep ini akan memberikan manfaat kepada seseorang untuk membantu memahami Al-Qur’an.

Pengetahuan tetang Makki dan Madani banyak faedahnya, di antaranya:
1.      Untuk dijadikan alat bantu dalam menafsirkan Al-Qur’an. Pengetahuan tentang tempat turun ayat dapat membantu memahami ayat tersebut dan menafsirkan dengan tafsiran yang benar, sekalipun yang menjadi pegangan adalah pengertian umum suatu lafaz, bukan sebab yang khusus. Berdasarkan hal itu, seorang penafsir dapat membedakan ayat yang nasikh dengan yang mansukh bila diantara keduanya terdapat makna yang kontradiktif. Ayat yang datang kemudian tentu merupakan nasikh atas yang terdahulu.[21]
2.      Meresapi gaya basaha Al-Qur’an dan memanfaatkannya dalam berdakwah menuju jalan Allah, sebab setiap situasi mempunyai bahasa tersendiri. Memperhatikan apa yang dikehendaki oleh situasi, merupakan arti paling khusus dalam ilmu retorika.

Karekateristik gaya bahasa makki dan madani dalam Al-Qur’an, memberikan kepada orang yang mempelajarinya sebuah metode dalam penyampaian dakwah ke jalan Allah yang sesuai dengan kejiwaan lawan bicara dan menguasai pikiran dan perasaannya serta mengatasi apa yang ada dalam dirinya dengan penuh kebijaksanaan. Setiap tahapan dakwah mempunyai topik dan pola penyampaian tersendiri. Pola penyampaian itu berbeda-beda, sesuai dengan perbedaan tata cara, keyakinan, dan kondisi lingkungan. Hal yang demikian tampak jelas bahwa dalam berbagai cara Al-Qur’an menyeru untuk berbagai golongan, baik orang yang telah beriman, munafik, maupun ahli kitab.[22]
3.      Mengetahui sejarah hidup Nabi melalui ayat-ayat Al-Qur’an, sebab turunya wahyu kepada Rasulullah sejalan dengan sejarah dakwah dengan segala peristiwanya, baik pada periode Mekkah maupun periode Madinah, sejak permulaan turun wahyu hingga ayat terakhir diturunkan.Al-Qur’an merupakan sumber pokok bagi peri kehidupan Rasulullah dan kehidupan beliau yang digambarkan oleh ahli sejarah harus sesuai dengan Al-Qur’an. Al-Qur’an juga dapat menjadi rujukan puncak dalam mengetahui perbedaan riwayat yang terjadi.[23]

Selain urgensi dan manfaat yang disebutkan oleh Manna al-qaththan di atas, menurut Masjfuk Zuhdi (1997:68), pengetahuan tentang al- makki dan al-madani dapat membantu mengetahui sejarah hukum Islam dan perkembangannya yang sangat bijaksana. Hal itu dapat meningkatkan keyakinan seorang muslim terhadap ketinggian islam di dalam mendidik manusia, baik secara individual maupun secara kolektif (masyarakat)[24]

Selain itu, masih menurut Masjfuk Zuhdi (1997: 68), pengetahuan terhadap al-makki dan al-madani juga dapat meningkatkan keyakinan terhadap kebesaran, kesucian dan keontentikan Al-Qur’an. Karena di sana terlihat jelas betapa besarnya perhatian umat islam terhadap Al-Qur’an sejak turunya samapi al-hal yang sangat detailnya sekalipun.[25]

1.      Tartib Surat Makkiyyah
Dibawah ini disebutkan secara berurutan surat-surat yang turun di Mekkah berikut nomor perbandingannya dengan surat yang ada pada mushaf:[26]
No
Nama Surat
No.
Surat
No.
Nama Surat
No.
Surat
1
Iqra/ Al- Alaq
96
13
Al Ashr
103
2
Nun
68
14
Al Adiyat
100
3
Al Muzzamil
73
15
Al Kautsar
108
4
Al Muddatstsir
74
16
Al Ma’un
107
5
Al lahab
111
17
Al Kafirun
109
6
Al Fatihah
1
18
Al Fiil
105
7
At Takwir
81
19
Al Falaq
113
8
Al A’la
87
20
An- Naas
114
9
Al Lail
92
21
Al Ikhlas
112
10
Al Fajr
89
22
An Najm
53
11
Adh Dhuha
93
23
‘Abasa
80
12
Al Insyirah
94
24
Al Qadr
97


25
Asy Syams
91
56
Luqman
31
26
Al Buruj
85
57
Saba’
32
27
At Tin
95
58
Az Zumar
39
28
Quraisy
106
59
Al Mu’min
40
29
Al Qari’ah
101
60
Fushshilat
41
30
Al Qiyamah
75
61
Asy Syuura
42
31
Al Humazah
104
62
Az Zhukruf
43
32
Al Mursalat
77
63
Ad Dukhan
44
33
Qaf
50
64
Al Jatsiah
45
34
Al Balad
90
65
Al ahqaf
46
35
At-Thariq
86
66
Adz Dzariyat
51
36
Al Qamar
54
67
Al Ghasiyah
88
37
Shad
38
68
Al Khaf
18
38
Al ’Araf
7
69
An Nahl
16
39
Al Jin
72
70
Nuh
71
40
Yaasiin
36
71
Ibrahim
14
41
Al Fur’qan
25
72
Al Anbiya’
21
42
Fathir
35
73
As Sajadah
32
43
Maryam
19
74
Ath Thuur
52
44
Thaha
20
75
Al Mulk
67
45
Al Waqi’ah
56
76
Al Haqqah
69
46
Asy Syu’ara
26
77
Al Ma’arij
70
47
An Naml
27
78
An Naba’
78
48
Al Qashash
28
79
An Nazi’at
79
49
Al Israa’
17
80
Al Infithar
82
50
Yunus
10
81
Al Insyiqaq
84
51
Hud
11
82
Ar Rum
30
52
Yusuf
12
83
Al Ankabut
29
53
Al Hijr
15
84
At Takatsur
102
54
Al An’am
6
85
Al Mu’minun
23
55
Ash Shaffat
37
86
Ath Tahfif
83

2.      Tartib Surat Madaniyyah
No.
Nama Surat
No.
Surat
No.
Nama Surat
No.
Surat
1
Al Baqarah
2
15
Al Hasyr
59
2
Al Anfal
8
16
An Nashr
110
3
Ali Imran
3
17
An Nur
24
4
Al Ahzab
33
18
Al Hajj
22
5
Al Mumtaharah
60
19
Al Munafiqun
63
6
An Nisa
4
20
Al Mujadilah
58
7
Az Zalzalah
99
21
Al Hujurat
69
8
Al Hadid
57
22
At Tahrim
66
9
Muhammad
47
23
Ash Shaf
61
10
Ar Ra’d
13
24
Al Jumu’ah
62
11
Ar Rahman
55
25
At Taghabun
64
12
Ad Dahr
76
26
Al Fath
48
13
Ath Thalaq
65
27
At Taubah
9
14
Al Bayyinah
98
28
Al Maidah
5

Suatu surat yang tergolong makkiyah tidaklah berarti semua ayat yang terkandung di dalamnya makkiyah, kadang-kadang terdapat dalam surat makkiyah beberapa ayat madaniah, demikian pula sebaliknya. Hal itu seperti yang terlihat dalam surat Al An’am, surat ini termasuk al-makkiyah, tetapi di dalamnya terdapat juga beberapa ayat al-madaniyah, yaitu ayat 20,23,91,93,114,141,151,152 dan 153.[27]

            Pengetahuan tentang ayat-ayat Mekkah dan Madinah merupakan bagian yang terpenting dalam ‘Ulum Qur’an. Hal ini bukan saja merupakan kepentingan kesejarahan melainkan juga untuk memahami dan menafsirkan ayat-ayat yang bersangkutan.
            Sebagaian surat di dalam Al-Qur’an berisi ayat-ayat dari kedua periode tersebut dan dalam beberapa hal muncul perbedaan pendapat dari kalangan para ulama tentang klasifikasi ayat-ayat tertentu. Bagaimanapun juga secara keseluruhan memang sudah berhasil disusun suatu pola pemisahan (pembagian) yang sudah mapan, dan telah digunakan secara meluas secara ilmu tafsir, dan dijabarkan dari bukti-bukti internal yang ada dalam teks Al-Qur’an itu sendiri.
Definisi Al-Makiy dan Al-Madaniy oleh para ahli tafsir meliputi berdasarkan tempat turunnya suatu ayat, berdasarkan khittab/ seruan/ panggilan dalam ayat tersebut, berdasarkan masa turunnya ayat tersebut. Surat-surat Al-Qur’an itu terbagi menjadi empat macam antara lain : Surat-surat Makiyyah murni, Surat-surat Madaniyyah murni, Surat-surat Makiyyah yang berisi ayat Madaniyyah, Surat-surat Madaniyyah yang berisi ayat Makiyyah.
            Karakteristik surat dan ayat-ayat Al-Qur’an ini terbagi menjadi dua yaitu karakteristik Al-Makkiy dan karakteristik Al-Madaniy. Adapun kegunaan mempelajari Ilmu ini antara lain agar dapat membedakan ayat-ayat nasikh dan mansukh, agar dapat mengetahui sejarah hukum Islam dan tahapan-tahapannya secara umum, mendorong keyakinan yang kuat, agar mengetahui fase-fase dakwah Islamiyah yang telah ditempuh oleh Al-Qur’an secara bertahap, agar dapat mengetahui keadaan lingkungan, situasi, dan kondisi masyarakat pada waktu turun ayat-ayat Al-Qur’an, agar mengetahui gaya bahasanya yang berbeda-beda.















DAFTAR PUSTAKA

Mukhtar. Armen, ‘Ulum Al-Qur’an, Padang: IAIN IB Press, 2001, cet-2
Yusuf. Kadar M,  STUDI AL-QUR’AN , Jakarta: AMZAH, 2010,  cet-2
Mana’ul Quthan alih bahasa Halimuddin, PEMBAHASAN ILMU AL-QUR’AN, Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 1998, cet-2
Zulheldi, Ulumul Qur’an I, Pisangan Ciputat: Quantum Press, 2003, cet-1








































[1].  Kadar M Yusuf diterbitkan oleh Amzah, STUDI AL-QUR’AN , (Jakarta: Amzah, 2010), cet. II, h. 28
[2]. Ibid., h. 29
[3]. Zulheldi Kata Pengantar Maidir Harun, Ulumul Qur’an I, (Pisangan Ciputat: Quantum Press, 2003), cet. I, h. 104
[4].  Armen Mukhtar, ‘Ulum Al-Qur’an, (Padang: IAIN IB Press, 2001), cet. II, h. 28
[5]. Ibid.
[6]. Armen Mukhtar, op.cit,.  h. 29
[7]. Zulheldi, op.cit.,  h. 105               
[8]. Ibid., h. 105
[9]. Ibid.,
[10].  Zulheldi, Op.cit., h. 106
[11]. Zulheldi, Op.,cit., h. 107
[12] . Ibid.,
[13]. Zulheldi, Op.,cit., h.110
[14]. Ibid., h. 110
[15].  Zulheldi, Op.,cit., h. 111
[16]. Zulheldi, Op.,cit., h. 113
[17]. Zulheldi, Op.,cit., h. 114
[18]. Zulheldi, Op.,cit., h. 116
[19]. Zulheldi, Op.,cit., h. 117
[20]. Zulheldi, Op.,cit., h. 117
[21]. Manna Khalil al-Qattan, STUDI ILMU-ILMU QUR’AN, diterjemahkan dari bahasa arab oleh Mudzakir AS, diperiksa dan disunting kembali oleh Maulana Hasanudin, (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2001), cet., 6, h., 81
[22]. Manna Khalil al-Qattan, Op.,cit.,  h. 82
[23]. Ibid.
[24]. Zulheldi, Op.,cit.,h.119  
[25] Ibid.,
[26]. Armen Mukhtar, Op.,cit., h. 32
[27]. Kadar M Yusuf, Op.,cit., h.37

Tidak ada komentar:

Posting Komentar