Senin, 04 Desember 2017

Sumpah (Qasam) Dalam Al-Quran






SUMPAH (QASAM) DALAM AL-QUR’AN

A.      PENDAHULUAN
Al-Qur’an merupakan kumpulan dari firman-firman Allah yang berperan sebagai pembeda antara yang haq dan yang batil, penjelas bagi segala sesuatu, dan lain sebagainya. Kesemuanya ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an mempunyai cakupan yang sangat luas, baik dalam kehidupan dunia maupun dalam kehidupan akhirat.
Berbagai macam masalah yang dibicarakan Al-Qur’an, diantaranya adalah tentang sumpah (qasam) Allah swt. Seseorang boleh saja merasa heran, mengapa Allah banyak bersumpah dalam Al-Qur’an, baik bersumpah dengan diri-Nya sendiri ataupun dengan makhluk-makhlukNya. Keheranan tersebut muncul karena mereka tidak mempelajari idiom Al-Qur’an. Oleh karena itu, pertanyaan-pertanyaan yang muncul adalah: Apakah yang dimaksud dengan sumpah Allah dan apa unsur-unsur yang membentuknya. Ayat-ayat mana yang termasuk sumpah Allah dan kenapa Allah bersumpah,tentang apa Allah bersumpah, dan lain sebagainya.[1]
Dalam mencari bentuk-bentuk kata yang berarti sumpah, berpedoman pada Al-Qur’an dan terjemahannya. Sebagai pegangan awal, kata yang berkaitan dengan uqsimu ditemukan 24 kali, halaf  12 kali, yamin 24 kali. Perlu diperhatikan juga sumpah yang berasal dari huruf. Menurut Ibnu Khalawaih huruf sumpah ada empat macam, yaitu: waw, ba’, ta, dan hamzah. Tetapi yang ditemukan dalam Al-Qur’an kata yang berarti sumpah hanya tiga huruf yang pertama, karena huruf hamzah diterjemahkan dengan “apakah” sebagai huruf istifham. Secara umum sumpah yang dimaksud dapat berupa sumpah Allah, manusia, dan setan, yang kesemuanya terdapat dalam Al-Qur’an.[2]

B.       PENGERTIAN
Kata Qasam adalah bentuk mufrad dari kata Aqsam. Qasam secara etimologi (bahasa) adalah الحلف و اليمين yang berarti sumpah. Bentuk asli dari qasam adalah dengan menggunakan kata kerja أقسم  atau أخلف yang dimuta’adikan kepada muqsam bih dengan huruf ba’, setelah itu baru disebutkan muqsam ‘alaih, atau disebut juga dengan jawab qasam.[3]
Secara terminology (istilah), Ibnul Qayyim mendefinisikan qasam dengan “suatu kalimat yang memberikan penegasan (taukid) terhadap berita atau tuntunan yang disampaikan”.[4]
Sedangkan menurut Manna’ al-Qatthan, qasam adalah:
ربط النفس بالإمتناع عن شيءأو الإقدام عليه بمعني معظم عند الحالف حقيقة أو إعتقادا"
“Sebagai pengikat jiwa (hati) agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang dianggap besar atau agung oleh yang bersumpah, baik secara hakiki maupun I’tiqadi”.[5]

Secara umum dapat dikatakan bahwa sumpah atau qasam adalah segala sesuatu yang dikemukakan untuk menguatkan berita dengan menggunakan unsur-unsur sumpah. Jadi, yang dimaksud dengan sumpah Allah adalah sesuatu yang digunakan Allah untuk menguatkan berita dari Allah melalui firmanNya dengan menggunakan unsur-unsur sumpah.[6]

C.       SEBAB SUMPAH (QASAM) DALAM AL-QUR’AN
Sabab Qasam artinya sebab sumpah, yaitu latar belakang terjadinya sumpah. Allah bersumpah dengan sesuatu, dikarenakan sebagian manusia mengingkarinya atau mereka menganggap remeh. Anggapan demikian lahir dari ketidaktahuan mereka tentang faedahnya, atau lupa dan buta dari hikmah Allah swt, atau mungkin juga, pendapat seseorang terbalik dengan yang sebenarnya, lalu ia berakidah tidak sesuai dengan yang ditetapkan Allah. Kenyataan yang demikian menjadi sebab bagi Allah untuk bersumpah.[7]
Memperhatikan keterangan di atas, tampak bahwa terjadinya sumpah antara lain karena adanya penolakan terhadap sesuatu yang dikemukakan, yaitu Al-Qur’an. Ternyata Al-Qur’an memang menjelaskan tentang situasi umat zaman dahulu sehingga perlu adanya penekanan untuk meyakinkan orang yang menerima informasi. Selanjutnya, terjadinya sumpah dalam Al-Qur’an terdapat tujuan yang melebihi dari apa yang dijelaskan di atas, yaitu untuk dipikirkan dan diteliti. Hal ini akan membawa mereka kepada keyakinan yang kuat.[8]

D.      MACAM-MACAM SUMPAH (QASAM) DALAM AL-QUR’AN
       Sumpah dalam Al-Qur’an terbagi dua macam:[9]
a.    Zhahir, yaitu qasam yang di dalamnya disebutkan fi’il qasam dan muqsam bih nya, atau qasam yang tidak disebutkan fi’il qasamnya, tapi diganti dengan huruf ba’, waw, ta.
b.    Mudhmar, yaitu sumpah yang di dalamnya tidak dijelaskan fi’il qasam dan tidak pula muqsam bih, tapi ia ditunjukkan oleh lam taukid yang masuk pada jawab qasam. Seperti yang terdapat dalam surat Ali Imran ayat 186: لتبلون في أموالكم و أنفسكم) ( yang berarti والله لتبلون .

E.       UNSUR-UNSUR SUMPAH (QASAM) DALAM AL-QUR’AN
Lahirnya suatu sumpah harus didukung oleh unsur-unsur tertentu, yaitu hal-hal yang dengannya terbentuk sumpah Allah. Tanpa adanya unsur-unsur dimaksud, maka tidak dapat dikatakan sebagai sumpah (Allah). Sedikitnya terdapat tiga unsur yang harus dipenuhi jika dikehendaki suatu ucapan menjadi sebuah sumpah, yaitu: muqsam bih, muqsam ‘alaih, adat qasam. Termasuk dalam unsur-unsur sumpah, muqsim.[10] Di antara ayat yang memuat ketiga komponen qasam ini adalah firman Allah swt dalam surat an-Nahl ayat 38:
(#qßJ|¡ø%r&ur «!$$Î/ yôgy_ öNÎgÏZ»yJ÷ƒr&   Ÿw ß]yèö7tƒ ª!$# `tB ßNqßJtƒ 4 4n?t/ #´ôãur Ïmøn=tã $y)ym £`Å3»s9ur uŽsYò2r& Ĩ$¨Z9$# Ÿw šcqßJn=ôètƒ ÇÌÑÈ  
Artinya: mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sumpahnya yang sungguh-sungguh: "Allah tidak akan akan membangkitkan orang yang mati". (tidak demikian), bahkan (pasti Allah akan membangkitnya), sebagai suatu janji yang benar dari Allah, akan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui,

a.    Muqsim
Muqsim atau qasim atau halif maknanya sama, yaitu yang bersumpah. Dalam Al-Qur’an ditemukan bahwa yang bersumpah tidak hanya Allah, tapi juga manusia dan setan. Meskipun demikian, sumpah-sumpah yang diucapkan selain Allah dalam Al-Qur’an adalah firman Allah. Dalam kaitan dengan manusia sebagai yang bersumpah, antara lain adalah firman Allah dalam Surat An-Nisa’ ayat 62. Sedangkan dalam kaitannya dengan setan sebagai yang bersumpah, ditemukan hanya satu kali dalam Al-Qur’an, yaitu dalam Surat al-A’raf ayat 21.[11]
b.    Muqsam bih
Muqsam bih atau mahluf bih maksudnya adalah lafaz yang digunakan setelah adat qasam yang dijadikan sandaran dalam bersumpah.[12] Misalnya Allah bersumpah dengan Allah sendiri dan dengan sebagian makhlukNya (tanda kebesaranNya).[13] Allah swt bisa saja bersumpah dengan apa yang dikehendakiNya, sedangkan manusia dilarang bersumpah kecuali dengan zat atau sifat Allah Swt.[14] Hal ini sesuai dengan Sabda Rasul Saw. “Sesungguhnya Allah melarang kamu bersumpah dengan nama ayahmu, siapa saja yang bersumpah harus dengan nama Allah atau diam (tidak bersumpah).(HR. al-Darimi).
Hal itu menyebabkan muqsam bih dalam Al-Qur’an yang lahir dari sumpah Allah sangat beragam, sedangkan yang lahir dari sumpah manusia tidak beragam.
Terdapatnya berbagai muqsam bih yang lahir dari sumpah Allah melahirkan pertanyaan tentang kenapa Allah bersumpah dengan sebagian kecil dari makhlukNya, padahal Allah Maha Kuasa. Jawabannya, ini bukan karena hal itu lebih mulia dari diriNya, melainkan hanya menunjukkan betapa pentingnya hal itu untuk diperhatikan, tetapi bukan untuk dijadikan Tuhan.[15]
Allah bersumpah dengan diriNya sendiri dalam Al-Qur’an di tujuh tempat: at-Taghabun ayat 7, Saba’ ayat 3, Yunus ayat 53, Maryam ayat 68, al-Hijr ayat 92, an-Nisa’ 65 dan al-Ma’arij 40.[16]
Contoh sumpah Allah dengan makhlukNya dalam Al-Qur’an:[17]
È@ø©9$#ur #sŒÎ) 4Óy´øótƒ ÇÊÈ   Í$pk¨]9$#ur #sŒÎ) 4©?pgrB ÇËÈ   $tBur t,n=y{ tx.©%!$# #Ós\RW{$#ur ÇÌÈ  
“Demi malam apabila menutupi (cahaya siang) dan demi siang apabila terang benderang dan penciptaan laki-laki dan perempuan”(QS al-Lail 1-3)
ħ÷K¤±9$#ur $yg8ptéÏur ÇÊÈ   ̍yJs)ø9$#ur #sŒÎ) $yg9n=s? ÇËÈ   Í$pk¨]9$#ur #sŒÎ) $yg9¯=y_ ÇÌÈ  
“Demi matahari dan cahayanya di pagi hari, dan demi bulan apabila mengiringinya, dan demi siang apabila menampakkannya”(Q.S as-Syams 1-3)
ÈûüÏnG9$#ur ÈbqçG÷ƒ¨9$#ur ÇÊÈ   ÍqèÛur tûüÏZÅ ÇËÈ  
“Demi (buah) tin dan (buah) zaitun dan demi bukit Sinai”(Q.S at-Tin 1-2)


̍ôfxÿø9$#ur ÇÊÈ   @A$us9ur 9Žô³tã ÇËÈ   Æìøÿ¤±9$#ur ̍ø?uqø9$#ur ÇÌÈ   È@ø©9$#ur #sŒÎ) ÎŽô£o ÇÍÈ  
“Demi fajar, dan malam yang sepuluh dan yang genap dan yang ganjil, dan malam bila berlalu”(Q.S al-Fajr 1-4)

c.     Muqsam ‘alaih
Muqsam ‘alaih disebut juga dengan jawab qasam. Telah dijelaskan bahwa tujuan qasam adalah untuk menguatkan dan mewujudkan muqsam ‘alaih, yaitu pernyataan karenanya sumpah diucapkan. Jawab qasam tersebut haruslah berupa hal-hal yang layak untuk dimunculkan suatu qasam terhadapnya. Misalnya hal-hal gaib untuk menetapkan keberadaannya, atau untuk lebih menjelaskan ke-Maha Kuasaan Allah dan keterbatasan rasio manusia yang diberikan Allah.[18]
Di dalam Al-Qur’an secara garis besar Allah bersumpah dengan hal-hal sebagai berikut:[19]
1.         Pokok-pokok keimanan dan ketauhidan. Ini terdapat dalam Surat ash-Shaffat ayat 1-4:
ÏM»¤ÿ¯»¢Á9$#ur $yÿ|¹ ÇÊÈ   ÏNºtÅ_º¨9$$sù #\ô_y ÇËÈ   ÏM»uŠÎ=»­G9$$sù #·ø.ÏŒ ÇÌÈ   ¨bÎ) ö/ä3yg»s9Î) ÓÏnºuqs9 ÇÍÈ  
“Demi (rombongan) yang ber shaf-shaf dengan sebenar-benarnya, dan demi (rombongan) yang melarang dengan sebenar-benarnya (dari perbuatan-perbuatan maksiat), dan demi (rombongan) yang membacakan pelajaran, Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Esa”

Yang menjadi muqsam ‘alaih dalam ayat ini adalah “Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Esa”, jawab qasam terletak sesudah fi’fil qasam dan muqsam bih.
2.         Penegasan bahwa Rasulullah benar-benar utusan Allah, terdapat dalam Surat Yaasin ayat 1-3:
û§ƒ ÇÊÈ   Éb#uäöà)ø9$#ur ÉOÅ3ptø:$# ÇËÈ   y7¨RÎ) z`ÏJs9 tûüÎ=yößJø9$# ÇÌÈ  
“Yaa siin demi Al Quran yang penuh hikmah, Sesungguhnya kamu salah seorang dari rasul-rasul”

3.         Penegasan bahwa Al-Qur’an benar-benar mulia, terdapat dalam Surat al-Waqi’ah ayat 75-76:
 Ixsù ÞOÅ¡ø%é& ÆìÏ%ºuqyJÎ/ ÏQqàfZ9$# ÇÐÎÈ   ¼çm¯RÎ)ur ÒO|¡s)s9 öq©9 tbqßJn=÷ès? íOŠÏàtã ÇÐÏÈ  
“Maka aku bersumpah dengan masa turunnya bagian-bagian Al-Qur’an. Sesungguhnya sumpah itu adalah sumpah yang besar kalau kamu mengetahui.”

4.         Penegasan tentang balasan, janji dan ancaman yang benar-benar terlaksana dalam Surat az-Zariyat ayat 1-6:
ÏM»tƒÍº©%!$#ur #YrösŒ ÇÊÈ   ÏM»n=ÏJ»ptø:$$sù #\ø%Ír ÇËÈ   ÏM»tƒÌ»pgø:$$sù #ZŽô£ç ÇÌÈ   ÏM»yJÅb¡s)ßJø9$$sù #·øBr& ÇÍÈ   $oÿ©VÎ) tbrßtãqè? ×-ÏŠ$|Ás9 ÇÎÈ   ¨bÎ)ur tûïÏe$!$# ÓìÏ%ºuqs9 ÇÏÈ  
“Demi (angin) yang menerbangkan debu dengan kuat. dan awan yang mengandung hujan, dan kapal-kapal yang berlayar dengan mudah, dan (malaikat-malaikat) yang membagi-bagi urusan. Sesungguhnya apa yang dijanjikan kepadamu pasti benar. dan Sesungguhnya (hari) pembalasan pasti terjadi”

5.         Keterangan tentang ihwal manusiaterdapat dalam Surat al-Lail ayat 1-4:
È@ø©9$#ur #sŒÎ) 4Óy´øótƒ ÇÊÈ   Í$pk¨]9$#ur #sŒÎ) 4©?pgrB ÇËÈ   $tBur t,n=y{ tx.©%!$# #Ós\RW{$#ur ÇÌÈ   ¨bÎ) ö/ä3u÷èy 4Ó®Lt±s9 ÇÍÈ  
“Demi malam apabila menutupi (cahaya siang) dan demi siang apabila terang benderang dan penciptaan laki-laki dan perempuan, sungguh usahamu beraneka ragam”

Di samping itu terdapat juga dalam Al-Qur’an muqsam ‘alaih yang dihilangkan, diantaranya terdapat dalam ayat-ayat berikut:[20]
1.    Dalam Surat al- fajr ayat 1-6
2.    Dalam Surat al-Qiyamah ayat 3-4
Kebanyakan jawab qasam tidak disebutkan apabila sudah terdapat indikasi yang menunjukkan kepada muqsam ‘alaih, dapat pula dipahami bahwa qasam bertujuan untuk mengukuhkan dan mewujudkan muqsam ‘alaih.

d.    Shighat Qasam (fi’il qasam)
Dalam Al-Qur’an ditemukan beberapa sighat qasam:[21]
1.         Dengan fi’il uqsimu atau yahlifu yang muta’addi dengan ba’, seperti yang terdapat dalam Surat an-Nahl ayat 38:
(#qßJ|¡ø%r&ur «!$$Î/ yôgy_ öNÎgÏZ»yJ÷ƒr&   Ÿw ß]yèö7tƒ ª!$# `tB ßNqßJtƒ 4 4n?t/ #´ôãur Ïmøn=tã $y)ym £`Å3»s9ur uŽsYò2r& Ĩ$¨Z9$# Ÿw šcqßJn=ôètƒ ÇÌÑÈ  
“Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sumpahnya yang sungguh-sungguh: "Allah tidak akan akan membangkitkan orang yang mati". (tidak demikian), bahkan (pasti Allah akan membangkitnya), sebagai suatu janji yang benar dari Allah, akan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui”

2.      Fi’il qasam yang dicukupkan dengan huruf qasam ba’, kemudian diganti dengan huruf waw (untuk isim zhahir dan lafaz Jalalah), dan ta’ (khusus untuk lafaz jalalah). Seperti yang terdapat dalam firman Allah dalam Surat al-lail ayat 1, dan Surat al-Anbiya’ ayat 57:
«!$$s?ur ¨byÅ2V{ /ä3yJ»uZô¹r& y÷èt/ br& (#q9uqè? tûï̍Î/ôãB ÇÎÐÈ  
“Demi Allah, Sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya”(al-Anbiya’:57)

F.        URGENSI QASAM DALAM AL-QUR’AN
Qasam dalam Al-Qur’an bermuatan rahasia untuk menguatkan pesan-pesan Al-Qur’an yang sampai kepada manusia terutama untuk orang yang masih ragu-ragu, menolak bahkan mengingkari kebenaran ajaran-ajaran Al-Qur’an.
Ada tiga macam pola penggunaan kalimat berita dalam Al-Qur’an, yaitu: ibtida’, thalabi, dan inkari.[22]
a.     Ibtida’(berita tanpa penguat), yaitu untuk orang yang netral dan wajar-wajar saja dalam menerima suatu berita, tidak ragu-ragu dan tidak mengingkarinya.
b.    Thalabi, yaitu untuk orang-orang yang ragu terhadap kebenaran suatu berita, sehingga berita yang disampaikan kepadanya perlu diberikan sedikit penguat yang disebut dengan kalimat thalabi atau taukid untuk meyakinkan dan menghilangkan keraguannya.
c.     Inkari, yaitu untuk orang-orang yang bersifat ingkar dan selalu menyangkal suatu berita, untuk kondisi seperti ini beritanya harus disertai dengan kalam inkari (diperkuat sesuai dengan kadar keingkarannya). Oleh karena itu Allah menggunakan kalimat sumpah dalam Al-Qur’an, untuk menghilangkan keraguan, menegakkan hujjah dan menguatkan berita  terhadap orang-orang yang seperti ini.

G.      KESIMPULAN
Dapat penulis simpulkan bahwa:
a.    Setiap sesuatu yang ada qasam dalam Al-Qur’an merupakan suatu hal yang penting dan sangat perlu diperhatikan. 
b.   Qasam dalam Al-Qur’an berfungsi untuk memperkuat sesuatu yang disampaikan dan menegakkan atau menyempurnakan hujjah (argumentasi).
c.    Qasam terbagi dua: Zahir dan Mudhmar.
d.   Unsur-Unsur Qasam: Muqsim, muqsam bih, muqsam ‘alaih, shighat qasam.

DAFTAR KEPUSTAKAAN
Al-Qatthan, Manna’, Mabahits fi ‘Ulum Al-Qur’an, (Riyadh: Mansyurat al-Ashr al-Hadits, 1973)
Al-Qayyim, Ibn Al-Jauzi, at-Tibyan fi Aqsamil Qur’an, (Kairo: Maktabah al-Mutanabbi, tt)
Nasution, Hasan Mansur, Rahasia Sumpah Allah Dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Khazanah Baru, 2002)
Zaini, Hasan dan Radhiatul Hasnah, ‘Ulum Al-Qur’an, (Batu Sangkar: STAIN Batu Sangkar Press, 2010












yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rabb mereka, sama dengan orang yang kekal dalam jahannam dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong ususnya.( Q.S.Muhammad : 15 )
Kata matsal yang terdapat di awal ayat ini mendiskripsikan keadaan surga yang sangat mengagumkan, di mana keadaan penghuninya tidak mungkin sama denga penghuni neraka.
1.    Menurut istilah ulama ahli Adab, Matsal adalah ucapan yang banyak menyamakan keadaan sesuatu yang menceritakan dengan sesuatu yang dituju.[23]
2.    Menurut istilah ulama ahli Bayan Matsal adalah ungkapan majaz yang disamakan dengan asalnya karena adanya persamaan yang dalam ilmu balaghah disebut tasybih.[24]
3.    Menurut ulama Tafsir Matsal adalah menampakkan pengertian yang abstrak dalam ungkapan yang indah, singkat dan manarik, yang mengena dalam jiwa, baik dengan bentuk tasybih maupun majaz mursal.[25]   

A.    Macam-macam Matsal
Menurut Manna’ al-Qaththan Matsal di dalam Al-Qur’an ada tiga macam, Amtsal Musharrahah,Amtsal Kaminah dan Amtsal Mursalah.
1.  Amtsal musharrahah ( الامثال المصرحة) maksudnya sesuatu yang dijelaskan dengan lafazh Matsal atau sesuatu yang menunjukkan tasybih (penyerupaan).[26] Amtsal ini banyak ditemukan dalam Al-Qur’an, seperti :
أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَسَالَتْ أَوْدِيَةٌ بِقَدَرِهَا فَاحْتَمَلَ السَّيْلُ زَبَدًا رَابِيًا وَمِمَّا يُوقِدُونَ عَلَيْهِ فِي النَّارِ ابْتِغَاءَ حِلْيَةٍ أَوْ مَتَاعٍ زَبَدٌ مِثْلُهُ كَذَلِكَ يَضْرِبُ اللَّهُ الْحَقَّ وَالْبَاطِلَ فَأَمَّا الزَّبَدُ فَيَذْهَبُ جُفَاءً وَأَمَّا مَا يَنْفَعُ النَّاسَ فَيَمْكُثُ فِي الْأَرْضِ كَذَلِكَ يَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ
“Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit , maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengambang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan  (bagi) yang benar dan yang batil. Adapun buih itu akan hilang sebagai sesuatu yang tidak ada harganya, adapun yang member manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan.”(Q.S.ar Ra’d :17)
Dalam ayat ini Allah menyebutkan dua perumpamaan yaitu ماء (air) dan النار(api) bagi yang hak dan yang batil. Wahyu yang diturunkan untuk menghidupkan hati diumpamakan dengan air yang turun untuk menghidupkan bumi dan hati diumpamakan seperti lembah. Air yang mengaliri lembah membawa buih dan sampah. Begitu pula hidayah yang melewati hati manusia akan berpengaruh terhadap nafsu dengan menghilangkan. Inilah matsal / perumpamaan  ماء (air). Adapun perumpamaan النار (api) terlihat pada  ومما يوقدون apabila badan dipanaskan, kulitnya akan terkelupas sehingga akan menghilangkan karat dan kotoran yang melekat padanya. Begitu pula nafsu yang akan dibuang oleh hati seorang mukmin sebagaimana arus air yang menghayutkan buih dan sampah atau api yang menghilangkan karat logam.
2.   Amtsal Kaminah  ( الامثال الكامنة) , yaitu amtsal yang tidak menyebutkan dengan jelas kata-kata yang menunjukkan perumpamaan tetapi kalimat itu mengandung makna yang indah, singkat, padat dan menarik,[27] seperti :
1. Menyerupai ungkapan “ sebaik-baik perkara adalah tidak berlebih-lebihan, adil dan seimbang.”yaitu : firman Allah tentang sapi betina : “Sapi betina yang tidak tua dan tidak muda, pertengahan diantara itu..”(al-Baqarah : 68)
2. Menyerupai ungkapan “ apa yang engkau lakukan terhadap orang lain, begitu pula engkau akan diperlakukan oleh orang lain” yaitu : firman Allah, “ barangsiapa mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan 
3. Menyerupai ungkapan “orang mukmin tidak akan masuk lubang yang sama untuk kedua kalinya.” Yaitu Firman Allah. melalui lisan ya’kub: “bagaimana aku mempercayakannya (bunyamin) kepadamu, kecuali seperti aku telah mempercayakan saudaranya (yusuf) kepadamu dahulu.” (yusuf : 12-64)
3.  Amtsal Mursalah ( الامثال المرسلة) yaitu kalimat-kalimat dalam Al-Qur’an yang disebut secara lepas atau bebas tanpa penggunaan lafazh tasybih secara jelas, tetapi kalimat-kalimat itu berlaku sebagai matsal,[28] seperti :
Firman Allah : “Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.” (Q.S.al-Mudatsir : 38)
Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu” (Q.S.al-Baqarah: 216)
 “Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah.”(Q.S al-Hajj:73)

B.     Peranan Matsal dalam memahami Al-Qur’an
Menurut Manna al-Qaththan manfaat Matsal dalam memahami Al-Qur’an diantaranya :[29]
1.      Menampilkan sesuatu yang ma’qul (rasional) dalam bentuk konkrit yang dapat dirasakan indera manusia, sehingga akal mudah menerimanya. Sebab pengertian-pengertian abstrak tidak akan bertahan dalam benak kecuali jika ia dituangkan dalam bentuk indrawi yang dekat dengan pemahaman. Misalnya Allah membuat perumpamaan bagi keadaan orang yang menafkahkan hartanya secara riya’ bahwa ia tidak akan mendapatkan pahala sedikitpun dari perbuatannya itu.
Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang diatasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadi lah ia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan.” (Q.S.al-Baqarah : 264)
2.      Mengungkapkan hakikat-hakikat sesuatu yang tidak tampak seakan-akan sesuatu yang tampak, misalnya:
Orang-orang yang makan (mengambil) riba. tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.” (Q.S.al-Baqarah : 275)

3.      Menghimpun makna yang menarik dan indah dalam satu ungkapan yang padat, seperti amtsal kaminah dan amtsal mursalah dalam ayat-ayat di atas.
4.      Mendorong orang yang diberi Matsal untuk berbuat sesuai dengan isi Matsal, jika ia merupakan sesuatu yang disenangi jiwa. Misalnya Allah membuat Matsal bagi keadaan orang yang menafkahkan harta di jalan Allah, di mana hal itu akan memberikan kepadanya kebaikan yang banyak. Allah berfirman :
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”(Q.S.al-Baqarah : 261)
5.      Menjauhkan dan mennghindarkan, jika isi matsal berupa sesuatu yang dibenci jiwa, misalnya tentang larangan bergunjing,
“Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. “(Q.S.al-Hujurat : 12).

6.      Untuk memuji orang yang diberi Matsal, seperti firman-Nya tentang para sahabat,
“Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin).” (Q.S.al-fath : 29)
7.      Untuk menggambarkan sesuatu yang mempunyai sifat yang dipandang buruk oleh orang banyak. Misalnya Matsal tentang keadaaan orang yang dikarunia Kitabullah tetapi ia tersesat jalan hingga tidak mengamalkannya, dalam ayat :
Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka  berfikir.(Q.S.al-A’raf : 175 – 176).
8.      Matsal lebih berbekas dalam jiwa, lebih efektif dalam memberikan nasihat, lebih kuat dalam memberikan peringatan, dan lebih dapat memuaskan hati. Allah banyak menyebut Matsal dalam Al-Qur’an untuk peringatan dan pelajaran. Ia berfirman :
“Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam Al Quran ini setiap macam perumpamaan supaya mereka dapat pelajaran”.(Q.S.az-Zumar : 27)

Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu. (Q.S.al-Ankabut ; 43)

C.     Implementasi Matsal dalam Kehidupan / Pergaulan
      Dalam kehidupan sehari-hari manusia dapat mengimplementasikan matsal diantaranya.[30] :
1.       Dapat mengungkapkan makna yang indah, bagus dan menarik dalam bentuk ungkapan yang singkat dan padat sehingga mendorong seorang bertutur kata yang baik dalam pergaulannya.
2.       Mendorong agar giat dan rajin beramal dan melakukan hal-hal yang menarik dalam Al-Qur’an.
3.       Menghindarkan dan menjauhkan dari perbuatan tercela
4.       Untuk menciptakan rasa berkesan dan membekas dalam jiwa, maka para juru dakwah dan pendidik juga banyak menyampaikan pesan-pesannya melalui Matsal.



PENUTUP
Matsal merupakan salah satu ushlub Al-Qur’an yang tidak tertandingi oleh manusia. Allah SWT banyak memberikan nasehat dan peringatan kepada manusia dengan mempergunakan Matsal. Karena pesan dalam bentuk perumpamaan (matsal) akan lebih mudah dipahami dan menyentuh hati serta kuat pengaruhnya pada diri manusia.  
Matsal ada tiga macam:
Ø  Amtsal Al Musharrahah
Ø  Amtsal Al-Kamina
Ø  Amtsal Al- mursal
Adapun peranan  Matsal dalam kehidupan sehari-hari adalah:
    1. Memotivasi orang untuk mengikuti atau mencontoh perbuatan baik seperti apa yang digambarkan dalam Matsal.
    2. Menghindarkan diri dari perbuatan negatif.
    3. Matsal lebih berpengaruh pada jiwa, lebih efektif dalam memberikan nasihat, lebih kuat dalam memberikan peringatan dan lebih dapat memuaskan hati. Dalam Al-Qur’an Allah swt. banyak menyebut Matsal untuk peringatan dan supaya dapat diambil ibrahnya.
    4. Memberikan kesempatan kepada setiap budaya dan juga bagi nalar para cendekiawan untuk menafsirkan dan mengaktualisasikan diri dalam wadah nilai-nilai universalnya.







DAFTAR KEPUSTAKAAN

Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’I, Ulumul  Quran II, Bandung : CV.Pustaka Setia, 2000

Hasan Zaini dan Radhiatul Hasnah , ‘Ulumul Qur’an, Batusangkar : STAIN  Batusangkar Press, 2010

Manna’ al-Qaththan ,  Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, diterjemahkan oleh Aunar Rafiq el-Mazni , Jakarta : Pustaka al-Kautsar, 2006

M.Shalahuddin Hamid, Study Ulumul Qur’an, Jakarta : PT.Intimedia Ciptanusantara, 2002
Shalahuddin Hamid, Study Ulumul Qur’an, Jakarta : PT.Intimedia Ciptanusantara























[1] Hasan Mansur Nasution, Rahasia Sumpah Allah Dalam al-Qur’an, (Jakarta: Khazanah Baru, 2002), h. 3

[2] Ibid.
[3] Manna’ al-Qatthan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, (Pustaka Al-Kausar: Jakarta Timur, 2006). Cet ke-VI, h. 364
[4] Hasan Zaini dan Radhiyatul Hasnah, ‘Ulum al-Qur’an, (Batu Sangkar: STAIN Batu Sangkar Press, 2010), h. 156
[5] Manna’ al-Qatthan, op.cit., h. 365
[6] Hasan Mansur Nasution, op.cit., h. 6
[7] Ibid, h. 9
[8] Ibid, h. 10
[9] Manna’ al-Qatthan, op.cit., h. 368-369
[10] Hasan Mansur Nasution, op.cit., h. 7
[11] Ibid, h. 8
[12] Hasan Zaini dan Radhiatul Hasnah, op.cit., h. 159
[13]Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah, Tibyan fi Aqsamil Qur’an, (Kairo: al-Mutanabbi, tt), h. 7
[14] Hasan Mansur Nasution, op.cit.,,h. 12
[15] Ibid, h. 13
[16] Manna’ al-Qatthan, op.cit., h. 366
[17] Ibid. h. 367
[18] Hasan Mansur Nasution, op.cit., h.14
[19] Hasan Zaini dan Radhiatul Hasnah, op.cit., h.160
[20] Ibid.h.161
[21] Manna’ al-Qatthan, op.cit., h. 364-365
[22] Hasan Zaini dan Radiatul Hasnah, op.cit., h. 162
[23]Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’I, Ulumul  Quran II, (Bandung : CV.Pustaka Setia, 2000), h.  35
[24]Ibid
[25]Ibid
[26] Manna’ al-Qaththan ,Op.Cit, h. 356
[27]Ibid, h.  358
[28]Ibid,  h. 359
[29] Manna’ al-Qaththan ,Op.Cit, h. 361
[30]M.Shalahuddin Hamid, Study Ulumul Qur’an, (Jakarta : PT.Intimedia Ciptanusantara, 2002), h. 230

Tidak ada komentar:

Posting Komentar